AKHLAK BERPAKAIAN DAN AKHLAK BERHIAS
AKHLAK BERPAKAIAN DAN AKHLAK BERHIAS
- AKHLAK BERPAKAIAN
Pakaian sebagai kebutuhan dasar
bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan keadaan. Islam sebagai ajaran yang
sempurna, telah mengajarkan kepada pemeluknya tntang bagaimana tata cara
berpakaian. Berpakaian menurut Islam tidak hanya sebagai kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi setiap orang, tetapi berpakaian sebagai ibadah untuk mendapatkan
ridha Allah. Oleh karena itu setiap orang muslim wajib berpakaian sesuai dengan
ketentuan yang ditetap Allah. Untuk memberikan gambaran yang jelas tntang adab
berpakaian dalam Islam, berikut ini akan dijelaskan pengertian adab berpakaian,
bentuk akhlak berpakaian, nilai positif berpakaian dan cara membiasakan diri
berpakaian sesuai ajaran Islam.
Pengertian Akhlak
Berpakaian
Pakaian (jawa : sandang) adalah
kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana
seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang merusak ataupun yang
menimbulkan rasa sakit. Dalam Bahasa Arab pakaian disebut dengan kata
"Libaasun-tsiyaabun". Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pakaian
diartikan sebagai "barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa
baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan lain
sebagainya.
Secara istilah, pakaian adalah
segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam bebagai ukuran dan modenya berupa
(baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain), yang disesuaikan dengan
kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum.
Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih berorientasi pada
nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Tujuan bersifat umum lebih
berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun melindungi bagian tubuh yang
perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat ataupun agama.
Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun batasan ukuran untuk
mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat yang berlaku.
Sedangkan menurut ketentuan agama lebih mengarah pada keperluan menutup aurat
sesuai ketentuan hukum syari'at dengan tujuan untuk berribadah dan mencari
ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M, Khamzah, 2008 : 30).
Bentuk Akhlak
Berpakaian
Dalam pandangan Islam pakaian dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu : pertama, pakaian untuk menutupi
auot tubuh sebagai realisasi dai perintah Allah bagi wanita seluruh tubuhnya
kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup di bawah lutut dan di atas
pusar. Standar pakaian seperti ini dalam perkembangannya telah melahirkan
kebudayaan berpakaian bersahaja sopan dan santun serta menghindarkan manusia
dari gangguan dan eksploitasi aurat. Sedangkan yang kdua, pakaian merupakan
perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai konsekuensi perkmbangan
peradaban manusia.
Berpakaian dalam pengertian untuk
menutup aurat, dalam Syari'at Islam mempunyai ketentuan yang jelas, baik ukuran
aurat yang harus ditutup atau pun jenis pakaian yang digunakan untuk menutupnya.
Bepakaian yang menutup aurat juga menjadi bagian intgral dalam menjalankan
ibadah, terutama ibadah shalat atau pun haji dan umrah. Karena itu setiap orang
beriman baik pria atau pun wanita memiliki kewajiban untuk berpakaian yang
menutup aurat.
Sedangkan pakaian yang berfungsi
sebagai perhiasan yang menyatakan identitas diri, sesuai dengan adaptasi dan
tradisi dalam berpakaian, merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan
mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan
dan kekhasan berpakaian menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan
perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan pakaian sebagai pehiasan, maka
setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan
bebagai mode pakaian menurut fungsi dan momentumnya namun dalam agama harus
tetap pada nilai-nilai dan koridor yang telah digaiskan dalam Islam.
Pakaian yang berfungsi menutup
aurat pada wanita diknal dengan istilah jilbab, dalam bahasa sehari-hari jilbab
mengangkut segala macam jenis selendang atau kerudung yang menutupi kepala
(kecuali muka), leher, punggung dan dada wanita. Dengan pengertian seperti itu
selendang yang masih mmperlihatkan sebagian rambut atau leher tidaklah dinamai
jilbab.
Dalam kamus Bahasa Arab, Al-Mu'jam
al-Wasith, jilbab di samping dipahami dalam arti di atas juga digunakan secara
umum untuk segala jenis pakaian yang dalam (gamis, long dress, kebaya) dan
pakaian wanita bagian luar yang menutupi semua tubuhnya seperti halnya mantel,
jas panjang. Dengan pengertian seperti itu jilbab bisa diartikan dengan busana
muslimah dalam hal ini secara khusus berarti selendang atau kerudung yang
berfungsi menutupi aurat.
Karena itu hanya muka dan telapak
tangan yang boleh diperlihatkan kepada umum. Selain itu haram diperrlihatkan
kecuali kepada beberapa orang masuk kategori mahram atau maharim dan tentu saja
kepada suaminya. Antara suami istri tidak ada batasan aurat sama sekali secara
fiqih. Tetapi dengan maharim yang boleh terlihat hanyalah aurat kecil (leher ke
atas, tangan dan lutut ke bawah). Busana muslimah haruslah memenuhi kriteria
berikut ini :
1. Tidak jarang dan ketat
2. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
3. Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
4. Pantas dan sederhana (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008
: 30)
Nilai Positif Akhlak
Berpakaian
Setiap muslim diwajibkan untuk
memakai pakaian, yang tidak hanya berfungsi sebagai menutup auat dan hiasan,
akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan terluar dari tubuh kita.
Kulit befungsi sebagai pelindung dari krusakan-kerusakan fisik karena gesekan,
penyinaran kuman-kuman, panas zat kimia dan lain-lain. Di daerah tropis dimana
pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka pakaian ini menjadi sangat
penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat menimbulkan terbakarnya
kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan penggunaan
bahan, hendaknya pakaian terbuat darri bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, karena memudahkan terjadinya penguapan keringat, dan untuk
menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian harus bersih dan
secara rutin dicuci setelah dipakai supaya terbebas dari kuman, bakteri ataupun
semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Agama Islam mengajarkan kepada
pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus, sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat
tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Sehingga bila hendak
menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian
yang baik dan bersih (bukan berarti mewah). Hal ini sesuai fiman Allah dalam
Surat al-A'raf/7 : 31.
يَبَنِى أَدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوْا
وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوْا ج اِنَّهُ, لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya : "Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) masjid makan, minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Q.S Al-A'raf/7 :
31)
Islam mengajak manusia untuk hidup secaa wajar, berpakaian
secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.
Ketentuan dan kriteria busana
muslimah menurut Al-Qur'an dan Sunnah memang lebih ketat dibanding ketentuan
berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur oleh Al-Qur'an dan Sunnah
diserahkan kepada pilihan masing-masing, misalnya masalah warna dan mode.
Keduanya menyangkut selera dan budaya, pilihan warna dan mode akan selalu
berubah sesuai dengan perkembangan peradaban umat manusia. Karena itu apapun model
busanya, maka haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa
(Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 32)
Membiasakan Akhlak
Berpakaian
Merujuk pada realita di lapangan,
manusia dalam berbagai tingkat statifikasi dan levelnya tetap akan mengenakan
pakaian sebagai kebutuhan untuk melindungi diri ataupun memperelok diri. Jenis
pakaian yang dikenakan setiap orang mencerminkan identitas seorang sesuai
dengan tingkat peradaban yang berkembang. Karena itu pakaian yang dikenakan
setiap orang pada zaman modern cukup beragam baik bahan ataupun modenya. Agama
Islam memerintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik dan bagus, sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat
memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Terutama
apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka seyogyanya pakaian yang kita
pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih Islam mengajak manusia untuk
hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan
jangan berlebihan.
Islam telah menggariskan
aturan-aturan yang jelas dalam berpakaian yang harus ditaati yakni dalam apa
yang disebut etika berbusana. Seorang muslim atau muslimah diwajibkan untuk
memakai busana sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam aturan. Tidak
dibenarkan seorang muslim atau muslimah memakai busana hanya berdasarkan
kesenangan, mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara
batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan. Karena sesungguhnya
hanya orang munafiq, yang suka meninggalkan ketentuan berpakaian yang sudah
diatur agama yang diyakini kebenarannya, akibat mereka yang mengabaikan
ketentuan akan mendapatkan azab di hadapan Allah kelak di akhirat. (Roli A.
Rahman, dan M. Khamzah 2008 : 32)
- AKHLAK BERHIAS
Berhias adalah naluri yang dimiliki
oleh setiap manusia. Berhias telah menjadi kebutuhan dasar manusia sesuai
dengan tingkat peradaban, tingkat sosial di masyarakat. Berhias dalam ajaran
Islam sebagai ibadah yang berorientasi untuk mndapatkan ridha Allah. Untuk
memberikan uraian yang lebih detail tentang akhlak berhias, berikut akan
dibahas tentang ; pengetian akhlak berhias, bentuk akhlak berhias, nilai
positif akhlak berhias, membiasakan akhlak berhias dalam kehidupan sehari-hari,
tentunya sesuai dengan nilai Islam.
Pengetian Akhlak
Berhias
Dalam kehidupan masyarakat dewasa
ini (modern), berhias adalah kebutuhan dasar untuk memperindah penampilan diri,
baik di lingkungan rumah ataupun di luar rumah. Berhias adalah bentuk ekspesi
personal, yang menegaskan jati diri dan menajdi kebanggaan seseorang. Berhias
dalam Bahasa Arab disebut dengan kata "Zayyana-yazayyini (QS. Al-Nisa')
'Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diarttikan : "Usaha
memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang indah-indah, berdandan
dengan dandanan yang indah dan menarik"
Secara istilah berhias dapat
dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk memperindah diri dengan berbagai
busana, asesoris ataupun yang lain dan dapat memperindah diri bagi pemakainya,
sehingga memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah rasa
percaya diri penampilan untuk suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka
dapat dipahami pada pada hakekat berhias itu dapat dikategorikan akhlak
terpuji, sebagai perbuatan yang dibolehkan bahkan dianjurkan, selama tidak
bertentangan dengan prinsip dasar Islam. (QS. Al-A'raf : 31).
Dalam sebuah Hadist Nabi saw bersabda :
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالِ (رواه مسلم)
Artinya : Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai
keindahan (HR. Muslim)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih
memantapkan pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin). (Roli A.
Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 33).
Bentuk Akhlak Berhias
Berhias merupakan perbuatan yang
diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan pakaian merupakan salah satu bentuk
berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam Islam memiliki fungsi hiasan yaitu
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak sekadar membutuhkan pakaian penutup
aurat, tetapi juga busana yang memperelok pemakainya.
Pada masyarakat yang sudah maju
peradabannya, mode pakaian ataupun berdandan mmperoleh perhatian lebih besar.
Jilbab, dalam konteks ini, menjalankan fungsinya sebagai hiasan bagi para
muslimah. Mode jilbab dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan. Jilbab
bukan hanya sebagai penutup aurat, namun juga memberikan keelokan dan keindahan
bagi pemakainya untuk mempercantik dirinya.
Berhias dalam ajaran Islam tidak
sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi mencakup keseluruhan piranti (alat)
aksesoris yang lazim digunakan untuk mempercantik diri, mulai dari kalung,
gelang, arloji, anting-anting, bross dan lainnya. Di samping itu dalam
kehidupan modern, berhias juga mencakup penggunaan bahan ataupun alat tertentu
untuk melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make-up, semir
rambut, parfum, wewangian dan sejenisnya.
Agama Islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar setiap
muslim mengindahkan kaidah berhias yang meliputi :
1. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah,
artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata
bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan
yang dilarang agama
3. Dilarang berhias dengan menggunakan simbol-simbol non
muslim (salib dll)
4. Tidak berlebih-lebihan
5. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang
jahiliyah
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan
memperhatikan jenis kelamin
7. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun
riya'
Islam telah memberikan
batasan-batasan yang jelas agar manusia tidak tertimpa bencana karena nalurinya
yang cenderung mengikuti hawa nafsunya. Sebab seringkali naluri manusia berubah
menjadi nafsu liar yang menyesatkan dan akan menimbulkan bencana bagi kehidupan
manusia. Agama Islam memberi batasan dalam etika berhias, sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah berikut :
وَقَرْنَ فِى بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ اْلجَهِلِيَّةِ
اْلأُوْلىَ وَأَقِمْنَ الصَّلَوةَ وَأَتِيْنَ الزَّكَوةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
ج إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ
تَطْهِيْرًا (23)
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (1215) dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu
(1216) dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait (1217)dan membersihkan kamu sebersih-besihnya. (QS. Al-ahzab/33 :
33)
(1215) Maksudnya : istri-istri Rasul agar tetap di rumah dan
ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga
meliputi segenap mukminat.
(1216) yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah
kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad saw dan yang dimaksud Jahiliyah
sekarang ialah jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
(1217) Ahlul bait disini, yaitu keluarga rumah tangga
Rasulullah saw
Larangan Allah dalam ayat tersebut
di atas, secara khusus ditujukan kepada wanita-wanita muslimah, agar mereka
tidak berpenampilan (tabarruj)seperti orang-orang jahiliyah zaman Nabi dahulu.
Berangkat dari pengalaman sejarah masa lalu, maka seorang muslim harus
berhati-hati dalam berhias. Sebab jika seorang muslim sembarangan dalam
berhias, maka akan terjebak dalam perangkat setan. Ketauhilah bahwa setan
memasang perangkap di setiap sudut kehidupan manusa. Tujuannya tentu saja untuk
menjebak manusia agar menjadi sahabat setianya. (Roli A. Rahman dan M. Khamzah,
2008 : 34)
Nilai Positif Akhlak
Berhias
Islam adalah agama yang sempurna,
yang mengatur manusia dalam segala aspeknya. Ajaran Islam bukannya hanya mengatur
hubungan vertikal manusia (hablum minallah), tetapi juga hubungan horizontal
dengan sesamanya (hablum minannas). Karena itulah antara lain Islam dikatakan
sebagai yang sempurna, Islam mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana
cara makan, minum, tidur, sampai bagaimana cara mengabdi kepada sang khalik.
Dalam masalah berhias, Islam
menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut
etika berhias (berdandan). Seorang muslim atau muslimah dituntut untuk berhias
sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak boleh misalnya, seorang
muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan mode atau adat yang
berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan
agama ditinggalkan.
Seorang muslim ataupun muslimah
yang berhias (berdandan) sesuai ketentuan Islam, maka sesungguhnya telah
menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun muslim. Mereka telah menampilkan
diri sebagai sosok pribadi yang bersahaja dan berwibawa sebagai cermin diri
yang konsisten dalam berhias secara syar'i. Di samping itu dengan dandannya
yang telah mendapatkan jaminan halal secara hukum. Sehingga apa yang sudah
dilakukan akan mnajdi motivasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi
sesamanya. Tidak mnimbulkan keangkuhan dan kesombongan karena dandanan (hiasan)
yang dikenakan, karena keangkuhan dan kesombongan merupakan perangkap syaithon
yang harus dihindari.Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif
dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai
ibadah, maka segala aktivitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan
menjadi jalan untuk mendapatkan barokah dan pahala dari al-Kholik. Namun
sebaliknya apabila seseorang dalam berhias (berdandan) mengabaikan norma Islam
maka segala hal yang dilakukan dalam berdandan, akan menjadi pendorong untuk
melakukan kemaksiatan kemungkaran bahkan menjadi sarana memasuki perangkap
syaithon yang menyesatkan.
Adapun bentuk perangkap setan dalam
hal berhias, dapat kita telusuri melalui kisah manusia pertama sebelum
diturunkan di bumi. Ketika Adam dan Hawa masih tinggal di surga, setan
membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Setan membujuk mereka untuk
menampakkan auratnya dengan cara merayu mereka untuk memakan buah khuldi.
Maka syaitan membisikkan pikiran
jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari
mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata : "Tuhan kamu tidak melarangmu
dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat
atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)" (QS. Al-a'raf
/7:20).
Dari peristiwa Adam dan Hawa
tersebut, kita dapat mengambil dua pelajaran, pertama, ide membuka aurat adalan
idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan pikiran manusia, Kedua, Adam dan
Hawa diusir dari surga karena terjebak pada perangkap setan, maka derajat
mereka turun dengan drastis. Begitulah siapapun yang mau dijebak setan akan
mengalami nasib yang sama. (Roli A. Ahman, dan M. Khamzah, 2008 : 35)
Membiasakan Akhlak
Berhias
Sejak awal agama Islam telah
menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk menjaga sopan santun dalam
kaitannya dengan berhias ataupun berdandan, dengan cara menentukan bahan,
bentukm ukuran dan batasan aurat baik bagi pria ataupun wanita.
Berhias merupakan kebutuhan manusia
untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan
zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus
dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan
berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai model menurut fungsi dan
momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas diri seseorang.
Dalam Islam diperintahkan untuk
berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dalam pengertian bahwa, perhiasan tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berhias,
yaitu mempercantik atau memperelok diri dengan dandanan yang baik dan indah.
Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka seyogyanya perhiasan
yang kita pakai itu haruslah yang baik, bersih dan indah (bukan berarti mewah),
karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan.
Hal ini sesuai firman Allah :"
Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,
makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. al-A'raf/7:31). Islam mengajak
manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, berhias secara
lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Karena itu setiap pribadi
menyakinkan, tidak menyombongkan diri, tidak angkuh, tetapi tetap sederhana dan
penuh kebersahajaan sebagai wujud konsistensi terhadap ajaran Islam. (Roli A.
Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 36).
Post Title :
AKHLAK BERPAKAIAN DAN AKHLAK BERHIAS
0 comments
Post a Comment