Akhlaq Rasulullah dalam Kehidupan Sehari-hari
Akhlaq Rasulullah dalam Kehidupan Sehari-hari
Akhlak Rasulullah sebagai seorang manusia
secara pribadi, dapat kita teladani dalam kegiatan beliau sehari-hari, mulai
dari cara beliau tidur, makan, minum, berjalan, tersenyum, berbicara, bergaul,
marah, tertawa, dan sebagainya.
a.
Akhlak Tidur
Rasulullah biasa tidur di awal malam, dan
bangun di sepertiga malam terakhir. Selain itu, beliau juga melarang kita untuk
menceritakan mimpi yang jelek, dan bersyukur kepada Allah jika bermimpi indah,
serta diperbolehkan untuk menceritakannya kepada yang lain.
Sesungguhnya, kebiasaan bangun di penghujung
malam kemudian melaksanakan shalat malam, memiliki efek positif terhadap tubuh
dan pikiran manusia. Bagaimana tidak, setelah seharian penat bekerja,
disibukkan oleh berbagai kegiatan dan tugas-tugas yang kadang membuat manusia
stres, jiwa manusia memerlukan suatu ‘refreshing’, penenangan, dan pemulihan
semangat. Dengan bangun di penghujung malam yang hening, di saat kebanyakan
orang sedang terlelap tidur dan terbuai di alam mimpinya, kita bangun untuk
mendekatkan diri pada-Nya, mengingat-Nya (dzikrullah) dan bermuhasabah (introspeksi diri).
Kebiasaan mensyukuri mimpi yang indah serta
menceritakannya kepada yang lain, adalah hal yang baik, karena dengan bersyukur
menyebabkan manusia berpikir positif dan mungkin akan menjadi sugesti yang baik
bagi yang bersangkutan. Sedangkan larangan untuk menceritakan mimpi yang tidak
baik, bertujuan untuk menghindari sugesti yang jelek yang menyebabkan
berkurangnya produktifitas orang yang bersangkutan, dikarenakan selalu dihantui
oleh mimpi jeleknya.
b.
Akhlak Makan dan Minum
Rasulullah selalu memulai makan atau minum
dengan membaca basmalah, menggunakan tangan kanan. Beliau juga sangat
memperhatikan kehalalan dan kesederhanaan makanannya. Rasulullah hanya makan
makanan yang dihalalkan oleh-Nya, sedangkan kesederhanaan yang dimaksud di sini
adalah dari segi jumlahnya, beliau tidak makan berlebihan, beliau makan di saat
lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Sesungguhnya, kebiasaan memulai makan atau
minum dengan membaca basmalah, adalah salah satu bentuk syukur kita atas semua
rezeki dan nikmat yang Allah berikan. Menjaga kehalalan dan kesederhanaan
makanan yang kita konsumsi, memiliki efek yang sangat baik terhadap tubuh,
karena makanan yang dihalalkan Allah sudah pasti memiliki kandungan-kandungan
zat yang sangat baik untuk tubuh manusia, begitupun dalam kesederhanaan jumlah
makanan yang masuk ke tubuh, hal ini juga akan berefek pada kerja organ-organ
pencernaan.
c.
Akhlak Tersenyum dan Berbicara
Rasulullah adalah seorang yang sangat mulia
akhlaknya, manis sikapnya, dan sangat terjaga ucapannya. Beliau selalu tersenyum
dan menyapa siapa saja yang dijumpainya. Beliau tidak berbicara kecuali yang
penuh manfaat, dan menganjurkan lebih baik diam daripada berbicara sia-sia.
Cara berbicaranya sangat tenang, sehingga ucapannya jelas, dan tujuannya yang
ingin disampaikannya pun bisa dimengerti oleh siapa saja yang menjadi
pendengarnya.
Sesungguhnya, sikap yang ramah dan murah
senyum akan membuat orang lain senang, merasa aman, dan jauh dari perasaan
terancam. Dengan demikian, akan menumbuhkan serta menguatkan tali silaturahmi.
Sedangkan kebiasaan untuk berbicara yang baik akan menghindarkan manusia dari
kecelakaan yang disebabkan oleh lisannya. Begitu juga dengan cara bicara yang
tenang dan jelas, akan membuat pesan yang ingin kita sampaikan dapat dengan
mudah diterima oleh orang yang kita maksud.
d.
Akhlak Berjalan dan Bergaul
Rasulullah selalu berjalan dengan sikap yang
wajar dan optimis, tidak bersikap sombong atau takabur di hadapan orang yang
ditemuinya. Beliau selalu mendahului untuk menyapa dan mengucapkan salam. Jika
ada orang yang menyapa maka beliau akan berpaling dengan seluruh tubuhnya
menghadap orang yang menyapanya. Beliau juga sangat menjaga pandangan terhadap
laki-laki maupun perempuan. Rasulullah pun melarang berbaurnya laki-laki dan
perempuan di jalanan.
Sesungguhnya, sikap yang wajar dalam berjalan,
serta memalingkan wajah dan seluruh badan merupakan bentuk penghargaan terhadap
orang lain, hal ini juga yang akan menjauhkan manusia dari permusuhan, bahkan
sebaliknya akan menumbuhkan tali silaturahmi atau bahkan menguatkan ikatan yang
sudah terjalin. Kebiasaan menjaga pandangan, akan menyelamatkan manusia dari
kecelakaan yang bermula dari mata yang menyebabkan nafsu syahwat. Begitu pun
dengan larangan berbaurnya laki-laki dan perempuan, hal ini akan menjauhkan
dari perbuatan maksiat, memuliakan wanita dari pelecehan dan kejahatan.
Sa'ad bin Hisyam pernah bertanya kepada
'Aisyah rodhiAllahu 'anha tentang akhlak Rasulullah, maka 'Aisyah rodhiAllahu
'anha menjawab, "Akhlak beliau adalah Al Quran." Lalu Sa'ad berkata,
"Sungguh saya
ingin berdiri dan tidak lagi menanyakan sesuatu yang lain." (HR. Muslim)
Oleh karena itu, Rasulullah merupakan sosok pribadi yang paling
bagus akhlaknya seperti yang disaksikan oleh Anas bin Malik pembantu Rasulullah
selama sepuluh tahun-ketika beliau berkata;
"Rasulullah
adalah orang yang paling bagus akhlaknya." (HR. Muslim)
Maka pantaslah Rasulullah menjadi suri teladan bagi kita dalam
segala aspek kehidupan beliau shollAllahu 'alaihi wa sallam seperti yang telah
diberitakan oleh Allah dalam firman-Nya :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ
اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pertemuan dengan) Allah dan (keselamatan di) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab: 21)
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pertemuan dengan) Allah dan (keselamatan di) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab: 21)
Dan Rasulullah sendiri telah memotivasi umatnya yang beriman
untuk berpegang teguh dengan akhlak yang bagus dan menjauhi akhlak yang buruk,
seperti dalam sabda-sabda beliau berikut ini:
Dari Abu Darda' bahwa Nabi bersabda:
((ما من شيء أثقل في
ميزان المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق، وإن الله تعالى ليبغض الفاحش البذيء))
"Tiada suatu perkara yang paling memberatkan timbangan (kebaikan) seorang mukmin pada hari kiamat selain daripada akhlaq mulia, dan sesungguhnya Allah amat benci kepada seorang yang buruk perbuatan dan ucapannya" (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh al Albani)
"Tiada suatu perkara yang paling memberatkan timbangan (kebaikan) seorang mukmin pada hari kiamat selain daripada akhlaq mulia, dan sesungguhnya Allah amat benci kepada seorang yang buruk perbuatan dan ucapannya" (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh al Albani)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang perkara
yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga, maka beliau menjawab,
تقوى الله وحسن الخلق
"Bertakwa kepada
Allah dan berakhlak mulia" Sementara ketika ditanya tentang perkara yang paling banyak
memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab,
الفم والفرج
الفم والفرج
"Mulut dan
kemaluan" (HR. Tirmidzi dan dihasankan sanadnya oleh Syaikh Albani)
Dan Rasulullah menjelaskan bahwa mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling sempurna akhlaknya, seperti yang beliau sabdakan,
إن أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم
"Sesungguhnya mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling bagus akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya"(HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
Dan Rasulullah menjelaskan bahwa mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling sempurna akhlaknya, seperti yang beliau sabdakan,
إن أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم
"Sesungguhnya mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling bagus akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya"(HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
Bahkan Rasulullah telah menjadikan orang-orang yang berakhlak
mulia sebagai orang-orang yang paling dekat duduknya dengan Rasulullah
sebagaimana dalam sabdanya :
إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحسنكم أخلاقا، وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني مجلسا يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون، قالوا: يا رسول الله، قد علمنا الثرثارون والمتشدقون فما المتفيهقون؟ قال: المتكبرون
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya, dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah tsartsarun (yang banyak bicara), mutasyaddiqun (yang bicara sembarangan lagi mencela manusia) dan mutafaihiqun.” Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui tsartsarun dan mutasyaddiqun, tapi siapakah mutafaihiqun itu?" Rasulullah menjawab, "Mutakabbirun" (orang-orang yang sombong)." (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحسنكم أخلاقا، وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني مجلسا يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون، قالوا: يا رسول الله، قد علمنا الثرثارون والمتشدقون فما المتفيهقون؟ قال: المتكبرون
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya, dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah tsartsarun (yang banyak bicara), mutasyaddiqun (yang bicara sembarangan lagi mencela manusia) dan mutafaihiqun.” Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui tsartsarun dan mutasyaddiqun, tapi siapakah mutafaihiqun itu?" Rasulullah menjawab, "Mutakabbirun" (orang-orang yang sombong)." (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
Namun, problem yang amat jelas kita lihat di
dunia Islam sekarang yaitu bahwa umat Islam telah meninggalkan akhlak mulia
yang diseru oleh agama mereka sendiri yang bersumber dari Al Kitab dan As
Sunnah.
Kita melihat bahwa agama Islam berada di suatu
tempat dan kaum muslimin berada di tempat lain yang berjauhan. Seorang muslim
hanya membawa Islam pada nama dan KTP-nya saja. Tetapi dalam praktek
keseharian, muamalah dan seluk beluknya tidak didapati nilai-nilai ajaran Islam
yang mulia tersebut.
Arahan-arahan Islam tidak berlaku,
norma-normanya tidak memiliki tempat, dan kaidah-kaidah Islam tidak lagi
terhormat dalam diri mereka. Demikianlah kenyataan yang memilukan yang menimpa
umat Islam, yang semakin hari sepertinya semakin jauh dan lalai dari
mempraktekkan nilai-nilai agama mereka yang mulia, sehingga pantas pula jika
umat Islam mengalami berbagai bencana hari demi harinya, kekalahan-kekalahan di
setiap tempat mereka, serta ketertinggalan dari umat-umat yang lain. Umat Islam
sepertinya tidak lagi memiliki 'izzah (kemuliaan dan kewibawaan) yang dapat
membuat umat-umat lain segan kepada mereka. Itu semua karena umat Islam tidak
berpegang teguh dengan nilai-nilai ajaran agama mereka. Benarlah apa yang
dikatakan oleh Umar bin Khaththab
إنا كنا أذل قوم فأعزنا
الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله
"Kita dahulu adalah kaum yang terhina lalu Allah memuliakan kita dengan Islam, maka jika kita mencari kemuliaan dengan selainnya niscaya Allah akan menghinakan kita"
(HR. Hakim dan ia berkata, "Shahih sesuai syarat/standar Bukhari dan Muslim”, dan disahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib)
"Kita dahulu adalah kaum yang terhina lalu Allah memuliakan kita dengan Islam, maka jika kita mencari kemuliaan dengan selainnya niscaya Allah akan menghinakan kita"
(HR. Hakim dan ia berkata, "Shahih sesuai syarat/standar Bukhari dan Muslim”, dan disahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib)
Dan kaum muslimin akan tetap berada dalam
kehinaan selama mereka meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang agung lagi mulia
dan cenderung mengikuti hawa nafsu dalam meraih kemewahan dunia sampai mereka
mau kembali kepada agama mereka.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
((إذا تبايعتم بالعينة
وأخذتم أذناب البقر ورضيتم بالزرع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينـزعه حتى
ترجعوا إلى دينكم))
"Apabila kalian berjual beli dengan 'inah (riba), memegangi ekor-ekor sapi dan senang dengan cocok tanam (yakni lebih condong kepada kesenangan dunia), serta meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian yang tidak akan Allah cabut sampai kalian mau kembali kepada agama kalian."
(HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
"Apabila kalian berjual beli dengan 'inah (riba), memegangi ekor-ekor sapi dan senang dengan cocok tanam (yakni lebih condong kepada kesenangan dunia), serta meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian yang tidak akan Allah cabut sampai kalian mau kembali kepada agama kalian."
(HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Syaikh Albani)
Maka sudah saatnya
bagi kaum muslimin untuk bangkit dengan kembali kepada ajaran-ajaran agama
mereka yaitu Islam yang lurus, agar mereka dapat kembali memperoleh 'izzah
(kemuliaan dan kewibawaan) seperti yang telah diraih oleh pendahulu mereka
Salafus Shalih sehingga mereka akan menjadi umat yang kuat dan kokoh yang
disegani oleh umat-umat lainnya. Tentunya yang paling penting adalah menggali
kembali nilai-nilai mulia Islam tersebut dengan mempelajari Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah serta sirah kehidupan Salafus Shalih yang telah mewariskan
jejak-jejak mulia yang harus kita telusuri dan ikuti, di antaranya adalah
warisan akhlak yang baik dan mulia. WAllahul Muwaffiq. (Dari Tauthi'ah
pentahkiq kitab Makarimul Akhlaq karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan
perubahan-
Bagaimana seharusnya kita memulai program meneladani Rasulullah
Saw. tersebut?
Sebelumnya, kita harus benar-benar paham tujuan meneladani Rasulullah Saw. Ditekankan sekali lagi bahwa tujuan pengutusan beliau adalah innama bu’itstu li utammima makarima al-akhlaq (untuk menyempurnakan akhlak yang mulia). Berikutnya adalah mendalami makna terdalam dari ajaran agama Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan sebagaimana yang dicontohkan Nabi Saw.
Sebelumnya, kita harus benar-benar paham tujuan meneladani Rasulullah Saw. Ditekankan sekali lagi bahwa tujuan pengutusan beliau adalah innama bu’itstu li utammima makarima al-akhlaq (untuk menyempurnakan akhlak yang mulia). Berikutnya adalah mendalami makna terdalam dari ajaran agama Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan sebagaimana yang dicontohkan Nabi Saw.
Meneladani Rasul tidak cukup hanya dengan kata-kata. Meneladani
Rasul harus tecermin dalam kehidupan sehari-hari, di mana pun kita berada dan
dengan siapa pun kita berinteraksi. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk
mengikuti yang telah dicontohkan oleh Rasul, mulai dari kegiatan di pagi hari
hingga malam hari. Mengapa? Tidak lain karena waktu adalah ibadah. Bagi seorang
mukmin, tidak ada sedetik waktu pun yang tidak memiliki nilai ibadah. Tidak
mudah memang untuk bisa meneladani Rasul secara utuh, tetapi bukan berarti kita
putus asa. Teladani Rasul mulai dari hal sederhana. Untuk menambah kecintaan
dan kerinduan kepada Rasul, kita perlu membaca risalah dan kisah perjuangan
dakwah beliau. Kita juga dianjurkan untuk membaca risalah keluarga dan para
sahabat Rasul.
e. Akhlak di kamar Kecil
1.Membaca Doa
Dalam Shahih Bukhari Muslim dari Anas
Radhiyallahu Anhu’bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’disaat memasuki
kamar mandi (WC), maka beliau mengucapkan doa berikut :
“Allahumma Innii a’uudzubika minal khubutsi
wal khabaaits”
“Ya Allah, Sesungguhnya
aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki dan syetan perempuan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2.Mendahulukan
kaki kiri ketika masuk kamar mandi
3.Menggunakan
alas kaki, sangat dianjurkan
4.Dianjurkan
memakai tutup kepala ketika mandi di kamar mandi, agar syetan tidak mengotori
dengan najis
5.Jangan
berbicara ketika berada di dalam kamar mandi
Dari
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam’ bersabda,”Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling
membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal
itu.”
5.Disunnahkan
berdehem tiga kali ketika selesai buang air kecil, agar semua kotorannya keluar
6.Tidak boleh
menghadap atau membelakangi kiblat ketika Buang air kecil dan buang air besar
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’ bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam’ Bersabda “Bila kamu mendatangi tempat buang
air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya.“ (HR. Bukhari dan
Muslim)
7.Tidak boleh
menjawab salam ketika berada di dalam kamar mandi
8.Tidak boleh
membawa atau membaca lafadz Allah swt dan Nabi Muhammadsaw atau ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits ke dalam kamar mandi
Berhati-hatilah apabila
anda memiliki hp yang di dalamnya ada aplikasi Al-Qurannya.
9.Tidak boleh
mandi berduaan di dalam kamar mandi, kecuali suami istri
10.Tidak boleh
makan dan minum ketika berada di dalam kamar mandi
11.Berhati-hatilah
dengan percikan najis
Rasulullah
saw pernah bersabda:“Bahwa kebanyakan siksa kubur disebabkan karena tidak
berhati-hati ketika beristinja”.
12.Memakai
tabir penghalang/penutup kamar mandi, agar tidak terlihat orang lain
Rasulullah
saw bersabda: “Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabi). Bila
tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
13.Mendahulukan
kaki kanan ketika keluar kamar mandi
14.Membaca doa
setelah keluar kamar mandi
Hadits
Shahih dalam kitab Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi,’Bahwa Rasulullah saw
mengucapkan doa berikut ini saat beliau keluar dari kamar mandi:
“Ghufraanaka”
“ Ya Allah”..Aku memohon Pengampunan-MU.”
“Ghufraanaka”
“ Ya Allah”..Aku memohon Pengampunan-MU.”
f.
Adab-adab mandi
Mandi (al-ghusl, al-istihmaam) merupakan salah satu hal dibutuhkan seorang
muslim, baik yang bertujuan untuk mengangkat hadats seperti junub atau lainnya,
atau untuk tujuan sekedar membersihkan diri, atau mendinginkan badan, atau yang
lainnya. seorang muslim harus mempelajari adab-adab yang berkaitan dengan
mandi. Adab-adab tersebut adalah:
Pertama, niat yang
shalih
Seorang muslim harus berniat dengan niat yang shalih ketika mandi, jika
mandi yang dilakukan adalah mandi janabah maka dia harus berniat untuk
menghilangkan hadats (janabah) agar dia bisa beribadah dan shalat. Jika mandi
yang dilakukan bertujuan untuk mendinginkan badan maka dia harus berniat untuk
mendinginkan badan, menghindarkan diri dari panas yang sangat agar merasa
nyaman ketika beribadah karena panas dapat mengurangi kenyamanan ketika
beribadah. Jika mandi yang dilakukan bertujuan untuk membersihkan
diri maka dia harus berniat untuk membersihkan badannya dari kotoran dan
memperwangi bau badannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala, memperindah diri, karena Allah indah dan menyukai keindahan, dan
tidak menyebabkan para malaikat terganggu oleh bau badannya.
Kedua, menghemat
air
Seorang muslim tidak boleh memakai air secara berlebihan ketika mandi
karena hal itu merupakan pemborosan, tetapi harus menghematnya sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, yang mana beliau tidak
lebih melebihi takaran yang ditetapkan dalam sabda beliau Shallallahu Alaihi
Wasallam: “mandi itu satu sha’ dan wudhu’ itu satu mud”. (Ahmad (3/370),
Baihaqi (1/195), dan ath-Thabrani dalam al-Ausath).
Satu sha’ itu sekitar empat sampai lima mud, sedangkan satu mud itu
sebanyak satu cidukan air dengan menggunakan kedua tangan orang dewasa.
Seseorang bertanya kepada Jabir Radhiyallahu Anhu tentang mandi, beliau
berkata:” cukuplah bagimu satu sha'”, laki-laki itu pun berkata:”mana cukup”.
Jabir Radhiyallahu Anhu pun berkata: “itu cukup bagi orang yang lebih lebat
rambutnya darimu dan lebih baik darimu.” (al-Bukhari (252), Muslim (229))
Sayangnya sebagian orang sangat berlebihan dalam pemakaian air ketika mandi
yaitu dengan membuka kran air (shanbuur, dusysy (pancuran, semprotan air))
dalam waktu lama yang menghabiskan banyak air yang bisa dipakai mandi oleh dua
puluh orang. Hal ini tidak diragukan lagi merupakan amalan setan.
Ketiga, membasuh
kepala sebelum membasuh badan
Yakni mengalirkan air ke kepala tiga kali, kemudian membasuhnya sebelum
membasuh seluruh tubuh berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam: “Aku
mengambil air dengan kedua telapak tanganku kemudian menyiramkannya ke atas
kepala tiga kali, setelah itu mengguyurkan air ke seluruh tubh.” (Al-Bukhari
(254), Muslim (327))
Keempat,
mengalirkan air ke pangkal rambut
Laki-laki yang mandi harus menguraikan rambutnya, melepaskan tocangannya
jika rambutnya ditocang (kepang) dan menyela-nyela rambutnya dengan air hingga
pangkalnya. Adapun wanita tidak perlu membuka tocangannya, cukup menyiramkan di
atas kepalanya. Wanita hanya harus membuka tocangannya ketika mandi setelah
suci dari haidh dan nifas. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Adapun
laki-laki maka dia harus menguraikan rambutnya dan mencucinya hingga sampai ke
pangkalnya. Sedangkan wanita tidak harus mengurainya tetapi cukup menuangkan
air di atas kepalanya dengan tiga kali cidukan. (Abu Dawud (255)).
Kelima,
laki-laki diperbolehkan mandi bersama istrinya dari satu bejana
Laki-laki boleh mandi bersama dengan istrinya dari satu bejana. Dari
A’isyah Radhiyallaha Anha, dia berkata:
“Aku
pernah mandi bersama dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dari satu bejana.”
(al-Bukhari(250), Muslim (319))
Dan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu:
“Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam dan Maimunah mandi dari satu bejana.”(al-Bukhari
(253), Muslim (322)).
Bahkan
walaupun percikan air masuk ke dalam bejana, tidak mengapa, ini berbeda dengan
apa yang dikira oleh sebagian orang.
Kedua
hadits ini dan hadits lainnya merupakan dalil diperbolehkannya menampakkan
aurat bagi suami atau istri di hadapan pasangannya.
Keenam, tidak
boleh mandi dalam air yang diam setelah dikencingi
Jika seseorang buang air kecil pada air yang diam dan tenang, maka tidak
diperbolehkan mandi di dalamnya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Janganlah
salah seorang dari kalian dalam air yang diam yang tidak mengalir kemudian
mandi di dalamnya.” (al-Bukhari (239), Muslim (282)).
Ketujuh,tidak
boleh mandi janabah dalam air yang diam
Baik yang telah dikencingi atau tidak, tidak boleh nyemplung ke dalam air
diam tergenang untuk mandi janabah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda:
“janganlah
salah seorang dari kalian buang air kecil dalam air yang diam dan janganlah
kalian mandi janabah di dalamnya.” (Ahmad (2/259), Abu Dawud (70), Ibnu Majah
(344), al-Baihaqi (1/238, 239) Ibnu Hibban (2/273,275,279).
Kedelapan,
pertengahan dalam frekwensi mandi
Pertengahan, antara ifrath atau tafrith. Sebagian orang sangat jarang
mandi, hanya sekali dalam sehari. Dan saya mengenal seseorang yang mandi
sepuluh kali dalam sehari ketika musim panas, sementara tidak ada perintah yang
menuntut untuk melakukan hal tersebut. Sementara di sisi yang berlawanan, kami
menemukan seseorang yang tidak mandi selama berminggu-minggu.
Yang benar adalah: seseorang seharusnya mandi setiap kali diperlukan. Orang
yang banyak keringatnya, dan keringatnya menghasilkan bau yang tidak enak, maka
dia sebaiknya mandi setiap kali bau badannya berubah. Begitu juga ketika dalam
kondisi yang sangat panas, dan keringatnya bercucuran dengan deras dan orang
tersebut tidak sanggup untuk menahan keringatnya. Demikian juga jika
pekerjaannya mengakibatkan kotornya pakaian dan badannya.
Secara umum sebenarnya batasan yang harus dipenuhi adalah setidaknya mandi
setiap hari Jumat sebelum pergi shalat Jumat. Juga harus
memperwangi bau badannya agar tidak mengganggu malaikat dan orang-orang yang
shalat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Siapa saja yang
mendatangi shalat Jumat maka mandilah.” (Al-Bukhari (894,919) dan Muslim (844)
dari Ibnu Amar).
Inilah (mandi setiap Jumat) batasan yang sesuai dengan ajaran Islam dalam
masalah mandi, karena Islam tidak bisa menerima apa yang dilakukan oleh
sebagian penganut agama lain yang tidak mandi dalam periode yang lama sehingga
busuk bau badannya. Bahkan telah dikabarkan dalam sebagian surat kabar, seorang
pendeta Italia bertahan tidak mandi selama 27 tahun. Ketika orang-orang
memaksanya mandi, dia pun mati karena mandi. Sepertinya dia tidak sanggup
menjadi bersih. Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam.
Inilah yang telah dimudahkan oleh Allah
tentang adab-adab mandi yang berjumlah delapan adab. Wal hamdu lillahi robbil
‘alamin. Diambil dari kitab Mausuu’atul Aadaab
al-Islaamiyyah al-murottabah ‘alaa al-huruuf al-hijaa-iyyah karangan Syaikh
Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada.
AKHLAK BERPAKAIAN DAN AKHLAK BERHIAS
- AKHLAK BERPAKAIAN
Pakaian
sebagai kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan keadaan.
Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah mengajarkan kepada pemeluknya tntang
bagaimana tata cara berpakaian. Berpakaian menurut Islam tidak hanya sebagai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap orang, tetapi berpakaian sebagai
ibadah untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu setiap orang muslim wajib
berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetap Allah. Untuk memberikan
gambaran yang jelas tntang adab berpakaian dalam Islam, berikut ini akan
dijelaskan pengertian adab berpakaian, bentuk akhlak berpakaian, nilai positif
berpakaian dan cara membiasakan diri berpakaian sesuai ajaran Islam.
Pengertian
Akhlak Berpakaian
Pakaian
(jawa : sandang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi
dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar
bagi kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang
merusak ataupun yang menimbulkan rasa sakit. Dalam Bahasa Arab pakaian disebut
dengan kata "Libaasun-tsiyaabun". Dan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonsia, pakaian diartikan sebagai "barang apa yang biasa dipakai oleh
seorang baik berupa baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah,
surban dan lain sebagainya.
Secara
istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam bebagai
ukuran dan modenya berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain), yang
disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus
ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih
berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
pemakaian.
Tujuan
bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut
kepatutan adat ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode
ataupun batasan ukuran untuk mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu
wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan menurut ketentuan agama lebih
mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum syari'at dengan
tujuan untuk berribadah dan mencari ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M,
Khamzah, 2008 : 30).
Bentuk
Akhlak Berpakaian
Dalam
pandangan Islam pakaian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu :
pertama, pakaian untuk menutupi auot tubuh sebagai realisasi dai perintah Allah
bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup di
bawah lutut dan di atas pusar. Standar pakaian seperti ini dalam
perkembangannya telah melahirkan kebudayaan berpakaian bersahaja sopan dan
santun serta menghindarkan manusia dari gangguan dan eksploitasi aurat.
Sedangkan yang kdua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri
sebagai konsekuensi perkmbangan peradaban manusia.
Berpakaian
dalam pengertian untuk menutup aurat, dalam Syari'at Islam mempunyai ketentuan
yang jelas, baik ukuran aurat yang harus ditutup atau pun jenis pakaian yang
digunakan untuk menutupnya. Bepakaian yang menutup aurat juga menjadi bagian
intgral dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah shalat atau pun haji dan
umrah. Karena itu setiap orang beriman baik pria atau pun wanita memiliki
kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat.
Sedangkan
pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan yang menyatakan identitas diri, sesuai
dengan adaptasi dan tradisi dalam berpakaian, merupakan kebutuhan manusia untuk
menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman.
Nilai keindahan dan kekhasan berpakaian menjadi tuntutan yang terus
dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan pakaian
sebagai pehiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan
keinginan mengembangkan bebagai mode pakaian menurut fungsi dan momentumnya
namun dalam agama harus tetap pada nilai-nilai dan koridor yang telah digaiskan
dalam Islam.
Pakaian yang
berfungsi menutup aurat pada wanita diknal dengan istilah jilbab, dalam bahasa
sehari-hari jilbab mengangkut segala macam jenis selendang atau kerudung yang
menutupi kepala (kecuali muka), leher, punggung dan dada wanita. Dengan
pengertian seperti itu selendang yang masih mmperlihatkan sebagian rambut atau
leher tidaklah dinamai jilbab.
Dalam kamus
Bahasa Arab, Al-Mu'jam al-Wasith, jilbab di samping dipahami dalam arti di atas
juga digunakan secara umum untuk segala jenis pakaian yang dalam (gamis, long
dress, kebaya) dan pakaian wanita bagian luar yang menutupi semua tubuhnya
seperti halnya mantel, jas panjang. Dengan pengertian seperti itu jilbab bisa
diartikan dengan busana muslimah dalam hal ini secara khusus berarti selendang
atau kerudung yang berfungsi menutupi aurat.
Karena itu
hanya muka dan telapak tangan yang boleh diperlihatkan kepada umum. Selain itu
haram diperrlihatkan kecuali kepada beberapa orang masuk kategori mahram atau
maharim dan tentu saja kepada suaminya. Antara suami istri tidak ada batasan
aurat sama sekali secara fiqih. Tetapi dengan maharim yang boleh terlihat
hanyalah aurat kecil (leher ke atas, tangan dan lutut ke bawah). Busana
muslimah haruslah memenuhi kriteria berikut ini :
1. Tidak jarang dan ketat
2. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
3. Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
4. Pantas dan sederhana (Roli A. Rahman, dan M.
Khamzah, 2008 : 30)
Nilai
Positif Akhlak Berpakaian
Setiap
muslim diwajibkan untuk memakai pakaian, yang tidak hanya berfungsi sebagai
menutup auat dan hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan
terluar dari tubuh kita. Kulit befungsi sebagai pelindung dari
krusakan-kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran kuman-kuman, panas zat
kimia dan lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu
kuat, maka pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra
violet akan dapat menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan
lain-lain.
Dalam
kaitannya dengan penggunaan bahan, hendaknya pakaian terbuat darri bahan yang
dapat menyerap keringat seperti katun, karena memudahkan terjadinya penguapan
keringat, dan untuk menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian
harus bersih dan secara rutin dicuci setelah dipakai supaya terbebas dari
kuman, bakteri ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Agama Islam
mengajarkan kepada pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus,
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut
dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan.
Sehingga bila hendak menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian yang kita pakai
itu adalah pakaian yang baik dan bersih (bukan berarti mewah). Hal ini sesuai
fiman Allah dalam Surat al-A'raf/7 : 31.
يَبَنِى أَدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوْا ج اِنَّهُ, لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya : "Hak anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) masjid makan, minumlah dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan
(Q.S Al-A'raf/7 : 31)
Islam mengajak manusia untuk hidup secaa wajar,
berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.
Ketentuan
dan kriteria busana muslimah menurut Al-Qur'an dan Sunnah memang lebih ketat
dibanding ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur oleh
Al-Qur'an dan Sunnah diserahkan kepada pilihan masing-masing, misalnya masalah
warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya, pilihan warna dan mode
akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan peradaban umat manusia. Karena
itu apapun model busanya, maka haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah
yang bertaqwa (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 32)
Membiasakan
Akhlak Berpakaian
Merujuk pada
realita di lapangan, manusia dalam berbagai tingkat statifikasi dan levelnya
tetap akan mengenakan pakaian sebagai kebutuhan untuk melindungi diri ataupun
memperelok diri. Jenis pakaian yang dikenakan setiap orang mencerminkan
identitas seorang sesuai dengan tingkat peradaban yang berkembang. Karena itu
pakaian yang dikenakan setiap orang pada zaman modern cukup beragam baik bahan
ataupun modenya. Agama Islam memerintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik
dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa
pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat
dan keindahan. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka
seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih
Islam mengajak manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, makan
minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.
Islam telah
menggariskan aturan-aturan yang jelas dalam berpakaian yang harus ditaati yakni
dalam apa yang disebut etika berbusana. Seorang muslim atau muslimah diwajibkan
untuk memakai busana sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam aturan.
Tidak dibenarkan seorang muslim atau muslimah memakai busana hanya berdasarkan
kesenangan, mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara
batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan. Karena sesungguhnya
hanya orang munafiq, yang suka meninggalkan ketentuan berpakaian yang sudah
diatur agama yang diyakini kebenarannya, akibat mereka yang mengabaikan
ketentuan akan mendapatkan azab di hadapan Allah kelak di akhirat. (Roli A.
Rahman, dan M. Khamzah 2008 : 32)
- AKHLAK
BERHIAS
Berhias
adalah naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Berhias telah menjadi
kebutuhan dasar manusia sesuai dengan tingkat peradaban, tingkat sosial di
masyarakat. Berhias dalam ajaran Islam sebagai ibadah yang berorientasi untuk
mndapatkan ridha Allah. Untuk memberikan uraian yang lebih detail tentang
akhlak berhias, berikut akan dibahas tentang ; pengetian akhlak berhias, bentuk
akhlak berhias, nilai positif akhlak berhias, membiasakan akhlak berhias dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya sesuai dengan nilai Islam.
Pengetian
Akhlak Berhias
Dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini (modern), berhias adalah kebutuhan dasar untuk
memperindah penampilan diri, baik di lingkungan rumah ataupun di luar rumah.
Berhias adalah bentuk ekspesi personal, yang menegaskan jati diri dan menajdi
kebanggaan seseorang. Berhias dalam Bahasa Arab disebut dengan kata
"Zayyana-yazayyini (QS. Al-Nisa') 'Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
berhias diarttikan : "Usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya
yang indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik"
Secara
istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk memperindah
diri dengan berbagai busana, asesoris ataupun yang lain dan dapat memperindah
diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan
serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan
ilustrasi di atas, maka dapat dipahami pada pada hakekat berhias itu dapat
dikategorikan akhlak terpuji, sebagai perbuatan yang dibolehkan bahkan
dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. (QS. Al-A'raf
: 31).
Dalam sebuah Hadist Nabi saw bersabda :
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالِ (رواه مسلم)
Artinya : Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai
keindahan (HR. Muslim)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri
sehingga lebih memantapkan pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin).
(Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 33).
Bentuk
Akhlak Berhias
Berhias
merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan pakaian
merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam Islam
memiliki fungsi hiasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
sekadar membutuhkan pakaian penutup aurat, tetapi juga busana yang memperelok
pemakainya.
Pada
masyarakat yang sudah maju peradabannya, mode pakaian ataupun berdandan
mmperoleh perhatian lebih besar. Jilbab, dalam konteks ini, menjalankan
fungsinya sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab dari waktu ke waktu
terus mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya sebagai penutup aurat, namun
juga memberikan keelokan dan keindahan bagi pemakainya untuk mempercantik
dirinya.
Berhias
dalam ajaran Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi mencakup
keseluruhan piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk mempercantik diri,
mulai dari kalung, gelang, arloji, anting-anting, bross dan lainnya. Di samping
itu dalam kehidupan modern, berhias juga mencakup penggunaan bahan ataupun alat
tertentu untuk melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make-up,
semir rambut, parfum, wewangian dan sejenisnya.
Agama Islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas
agar setiap muslim mengindahkan kaidah berhias yang meliputi :
1. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk
beribadah, artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk
nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan
bahan-bahan yang dilarang agama
3. Dilarang berhias dengan menggunakan
simbol-simbol non muslim (salib dll)
4. Tidak berlebih-lebihan
5. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya
orang-orang jahiliyah
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan
memperhatikan jenis kelamin
7. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya
atau pun riya'
Islam telah
memberikan batasan-batasan yang jelas agar manusia tidak tertimpa bencana
karena nalurinya yang cenderung mengikuti hawa nafsunya. Sebab seringkali
naluri manusia berubah menjadi nafsu liar yang menyesatkan dan akan menimbulkan
bencana bagi kehidupan manusia. Agama Islam memberi batasan dalam etika
berhias, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut :
وَقَرْنَ فِى بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ اْلجَهِلِيَّةِ اْلأُوْلىَ وَأَقِمْنَ الصَّلَوةَ وَأَتِيْنَ الزَّكَوةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ج إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا (23)
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (1215) dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu (1216) dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait (1217)dan membersihkan kamu sebersih-besihnya. (QS. Al-ahzab/33 :
33)
(1215) Maksudnya : istri-istri Rasul agar tetap di
rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'.
Perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
(1216) yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah
Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad saw dan yang dimaksud
Jahiliyah sekarang ialah jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya
Islam.
(1217) Ahlul bait disini, yaitu keluarga rumah
tangga Rasulullah saw
Larangan
Allah dalam ayat tersebut di atas, secara khusus ditujukan kepada wanita-wanita
muslimah, agar mereka tidak berpenampilan (tabarruj)seperti orang-orang
jahiliyah zaman Nabi dahulu. Berangkat dari pengalaman sejarah masa lalu, maka
seorang muslim harus berhati-hati dalam berhias. Sebab jika seorang muslim
sembarangan dalam berhias, maka akan terjebak dalam perangkat setan. Ketauhilah
bahwa setan memasang perangkap di setiap sudut kehidupan manusa. Tujuannya
tentu saja untuk menjebak manusia agar menjadi sahabat setianya. (Roli A.
Rahman dan M. Khamzah, 2008 : 34)
Nilai
Positif Akhlak Berhias
Islam adalah
agama yang sempurna, yang mengatur manusia dalam segala aspeknya. Ajaran Islam
bukannya hanya mengatur hubungan vertikal manusia (hablum minallah), tetapi
juga hubungan horizontal dengan sesamanya (hablum minannas). Karena itulah
antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna, Islam mengajarkan kepada
manusia mulai dari bagaimana cara makan, minum, tidur, sampai bagaimana cara
mengabdi kepada sang khalik.
Dalam
masalah berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni
dalam apa yang disebut etika berhias (berdandan). Seorang muslim atau muslimah
dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak
boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan
mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang
sudah ditentukan agama ditinggalkan.
Seorang
muslim ataupun muslimah yang berhias (berdandan) sesuai ketentuan Islam, maka
sesungguhnya telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun muslim.
Mereka telah menampilkan diri sebagai sosok pribadi yang bersahaja dan
berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syar'i. Di
samping itu dengan dandannya yang telah mendapatkan jaminan halal secara hukum.
Sehingga apa yang sudah dilakukan akan mnajdi motivasi untuk menghasilkan karya
yang bermanfaat bagi sesamanya. Tidak mnimbulkan keangkuhan dan kesombongan
karena dandanan (hiasan) yang dikenakan, karena keangkuhan dan kesombongan
merupakan perangkap syaithon yang harus dihindari.Berhias secara Islami akan
memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias yang
dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka segala aktivitas berhias yang
dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk mendapatkan barokah dan
pahala dari al-Kholik. Namun sebaliknya apabila seseorang dalam berhias
(berdandan) mengabaikan norma Islam maka segala hal yang dilakukan dalam
berdandan, akan menjadi pendorong untuk melakukan kemaksiatan kemungkaran
bahkan menjadi sarana memasuki perangkap syaithon yang menyesatkan.
Adapun
bentuk perangkap setan dalam hal berhias, dapat kita telusuri melalui kisah
manusia pertama sebelum diturunkan di bumi. Ketika Adam dan Hawa masih tinggal
di surga, setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Setan membujuk
mereka untuk menampakkan auratnya dengan cara merayu mereka untuk memakan buah
khuldi.
Maka syaitan
membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa
yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata : "Tuhan kamu
tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak
menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)"
(QS. Al-a'raf /7:20).
Dari
peristiwa Adam dan Hawa tersebut, kita dapat mengambil dua pelajaran, pertama,
ide membuka aurat adalan idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan pikiran
manusia, Kedua, Adam dan Hawa diusir dari surga karena terjebak pada perangkap
setan, maka derajat mereka turun dengan drastis. Begitulah siapapun yang mau
dijebak setan akan mengalami nasib yang sama. (Roli A. Ahman, dan M. Khamzah,
2008 : 35)
Membiasakan
Akhlak Berhias
Sejak awal
agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk menjaga
sopan santun dalam kaitannya dengan berhias ataupun berdandan, dengan cara
menentukan bahan, bentukm ukuran dan batasan aurat baik bagi pria ataupun
wanita.
Berhias
merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya
menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias
menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman.
Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berdandan, maka setiap manusia
memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai model
menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas
diri seseorang.
Dalam Islam
diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Dalam pengertian bahwa, perhiasan tersebut dapat memenuhi hajat
tujuan berhias, yaitu mempercantik atau memperelok diri dengan dandanan yang
baik dan indah. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka
seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah yang baik, bersih dan indah
(bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan.
Hal ini
sesuai firman Allah :" Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.
al-A'raf/7:31). Islam mengajak manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian
secara wajar, berhias secara lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Karena
itu setiap pribadi menyakinkan, tidak menyombongkan diri, tidak angkuh, tetapi
tetap sederhana dan penuh kebersahajaan sebagai wujud konsistensi terhadap
ajaran Islam. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 36).
Adab/Tata Cara Makan dan Minum Menurut Islam
Sebenarnya
Islam telah datang sebagai agama yang sempurna, yang tidak saja mengatur tata
cara beribadah kepada Allah (hubungan dengan Sang Pencipta), namun juga
mengatur hubungan dengan sesama, makhluk hidup lain, lingkungan, maupun
hubungan terhadap diri sendiri.
Salah satu
aturan dalam Islam yang berkenaan dengan hubungan terhadap diri sendiri adalah
adab/aturan cara makan dan minum.
Islam tidak
menganggap persoalan makan dan minum hanya sekedar persoalan dunia, tetapi juga
ada kaitannya dengan ibadah.
Hal ini tergantung pada niat dan motivasi manusia
itu sendiri terhadap apa yang dilakukannya.
Rasulullah
SAW adalah suri tauladan umat dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hal
kesehatan, ajaran-ajaran beliau sudah banyak dibuktikan oleh
penelitian-penelitian modern akan kebenaran manfaatnya yang besar.
Salah satu ajaran beliau adalah adab-adab makan
yang membawa kesehatan dan keberkahan sepanjang zaman.
Agar kita
tetap bisa menjaga akhlak dengan meneladani Rasul dalam urusan makan dan minum
sekaligus mendapatkan pahalanya, berikut diuraikan tata cara dan budaya yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang
tertidur sedang di kedua tangannya terdapat bekas gajih/lemak (karena tidak
dicuci) dan ketika bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka hendaklah dia
tidak menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
2. Tidak mencela makanan yang tidak disukai.
Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah SAW tidak
pernah sedikit pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau memakannya.
Dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari
Muslim)
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah berkata
kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab : “Kami hanya
punya cuka”. Lalu beliau memintanya dan makan dengannya, seraya bersabda :
“Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall), sebaik-baik lauk pauk adalah
(yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)
Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam
bukunya ’The True Power of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air
mampu merespon stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan.
Ketika diucapkan kalimat yang baik atau ditempelkan
tulisan dengan kalimat positif, maka air tersebut akan membentuk struktur
kristal yang indah dan bisa memiliki daya sembuh untuk berbagai penyakit.
Sebaliknya, jika diucapkan maupun ditempelkan
kalimat umpatan, celaan atau kalimat negatif lainnya, maka air tersebut akan
membentuk struktur kristal yang jelek dan bisa berpengaruh negatif terhadap
kesehatan.
3. Diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Yaitu dengan
makan diharapkan kebutuhan biologis akan makanan terpenuhi, yang nantinya akan
diolah oleh tubuh menjadi energi, dan dengan energi tubuh yang dihasilkan dari
makanan dan minuman tersebut kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dengan niat ibadah itu berarti kita bisa mengurangi
semangat nafsu kebinatangan dan membawa pada sikap totalitas kerelaan terhadap
rezeki yang diberikan Allah kepada kita (qana’ah). Hal ini sesuai dengan hadist
Nabi saw.
“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu bergantung
pada niatnya, dan bagi setip orang adalah apa yang diniatkannya”. (HR.
Bukhori).
4. Membaca Basmalah dan Hamdalah.
Memulainya dengan membaca “basmalah” serta doa. Hal
ini merupakan manifestasi ibadah dalam bentuk yang paling minimal.
Sebab bila tidak menyebut nama Allah, setan niscaya
akan turut makan bersamanya, dan dengan demikian hilanglah nilai ibadahnya.
Lantas apa bedanya dengan orang kafir? Dalam sebuah
hadis Nabi disebutkan:
Dan dari Jabir berkata: saya telah mendengar
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang masuk dalam rumahnya dengan
mengucapkan “bismillah” ketika masuk dan ketika hendak makan, maka setan
berkata kepada temannya: ‘tiada tempat tinggal dan tiada bagian makanan bagimu
disini’. Sedangkan bila orang itu masuk tanpa menyebut nama Allah, maka setan
akan berkata:’Kamu dapat bermalamdi rumah ini’. Kemudian jika waktu makan tidak
menyebut nama Allah, setanpun berkata: ‘kamu dapat bermalam dan makan disini’.”
(HR.Muslim).
Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di antara
kamu hendak makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa menyebut
nama-Nya pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (Dengan
menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu Dawud)
Jika lupa di awal makan, maka ucapkanlah segera
saat teringat.
Rasulullah SAW telah bersabda, sebagaimana yang
diriwayatkan dari Aisyah r.a, sebagai berikut: “Bila salah seorang diantara
kamu hendak makan maka ucapkanlah “bismillah”, namun bila ia lupa di awalnya,
maka ucapkanlah ‘bismillahi awwaluhu wa akhiruhu’(dengan nama Allah dari mula
hingga akhir). (HR. Turmidzi)
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa suatu ketika
Rasulullah SAW tersenyum, beliau menjelaskan ketika seorang Muslim tidak
membaca Basmalah sebelum makan, maka syaitan akan ikut makan dengannya. Namun,
ketika Muslim tersebut teringat dan menyebut nama Allah SWT, maka syaitan pun
langsung memuntahkan makanan yang sudah dimakannya.
Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya Allah
SWT meridhai seorang hamba yang ketika makan suatu makanan lalu dia mengucapkan
Alhamdulillah. Dan apabila dia minum suatu minuman maka dia pun mengucapkan
Alhamdulillah.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)
5. Makan dengan tangan kanan.
Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa
sallam bersabda,“Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan
kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Bukhari no. 5376 dan
Muslim 2022).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian makan
dengan tangan kiri karena syaitan itu juga makan dengan tangan kiri.” (HR
Muslim no. 2019)
Dari Umar
radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan
menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga
dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga
minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020)
Imam Ibnul
Jauzi mengatakan, “karena tangan kiri digunakan untuk cebok dan memegang
hal-hal yang najis dan tangan kanan untuk makan, maka tidak sepantasnya salah
satu tangan tersebut digunakan untuk melakukan pekerjaan tangan yang lain.”
(Kasyful Musykil, hal 2/594).
6. Memakan makanan yang terdekat dahulu.
Umar bin Abi
Salamah ra. bercerita : “Saat aku belia, aku pernah berada di kamar Rasulullah
SAW dan kedua tanganku seringkali mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW
bersabda kepadaku, ’Nak, bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah dari makanan baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain juga dikatakan, “Sesungguhnya
termasuk pemborosan (perbuatan yang berlebihan dan dimurkai Allah) bila kamu
makan apa saja yang kamu (bernafsu) ingin memakannya”. (HR. Ibnu Majah)
7. Tenang, perlahan dan tidak terburu buru.
Jangan
bersikap rakus sehingga tampak mulut penuh dengan suapan, dan jangan
meniup-niup makanan atau minuman yang menunjukkan sikap tidak sabar.
Dari Ibnu
Abas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian minum dengan sekali
tegukan seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali
tegukan. Ucapkanlah ‘bismillah’ jika kalian minum dan ‘alhamdulillah’ jika
kalian selesai minum”. (HR. Turmidzi).
Dalam hadis
lain disebutkan: “Dari Abi Qatadah RA, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang
bernafas dalam air minumannya “.(HR.Muttafaqun ALaihi)
8. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dari Mikdam
bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tiada
memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah
untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya.
Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya,
sepertiga lagi untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR.
Tirmidzi dan Hakim)
9. Mengambil makanan dan minuman secukupnya.
sehingga bisa dihabiskan tanpa sisa. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad saw.Artinya :
Dari Jabir
katanya, Rosululloh saw. menyuruh membersihkan sisa makanan yang di samping
piring maupun yang di jari, seraya bersabda : “Sesungguhnya kalian tidak
mengetahui dibagian manakah makananmu yang mengandung berkah”. (HR. Muslim).
10. Makan Sambil duduk, dan tidak berdiri.
Hal ini
seiring dengan hadis Nabi: Dari Qatadah, dari Anas dari Rasulullah SAW, bahwa
sesungguhnya Nabi SAW telah melarang orang minum sambil berdiri”. Lalu Qatadah
bertanya kepada Anas: Kalau makan bagaimana? Ia pun menjawab: “Hal itu (makan
dengan cara berdiri) lebih busuk dan jahat”. (HR. Ahmad, Muslim dan Turmidzi)
Post Title :
Akhlaq Rasulullah dalam Kehidupan Sehari-hari
0 comments
Post a Comment