KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI RELIGIUS FILM SANG KYAI KARYA ANGGORO SARONTO DENGAN SANG PENCERAH KARYA HANUNG BRAMANTYO
KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI RELIGIUS FILM
SANG KYAI KARYA ANGGORO SARONTO DENGAN SANG
PENCERAH KARYA HANUNG
BRAMANTYO
Sely 1, Siwi 2, Suci 3
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Email: sely@gmail.com
Email: ajeng@gmail.com
Email:
suci@gmail.com
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1)
Nilai religius film Sang
Kyai karya Anggoro Saronto; (2) Nilai religius film Sang Pencerah karya
Hanung Bramantyo; (3) Persamaan nilai religius sang kyai dengan film Sang Pencerah; (4) Perbedaan nilai
religius film Sang Kyai dengan film Sang
Pencerah. Berkaitan
dengan tujuan
penelitian tersebut,
bentuk penelitian yang
digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Strategi
yang digunakan
adalah analisis isi
(content analysis). Sumber data penelitian ini adalah film Sang
Kyai karya
Anggoro Saronto yang diterbitkan oleh Gramedia (Jakarta) pada tahun 2013
dan film
Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo yang diterbitkan oleh Multivision Plus pada tahun 2010. Teknik
pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik pustaka,
simak, dan catat. Analisis data yang digunakan adalah model analisis mengalir (flow model
of analysis), yang meliputi tiga komponen utama, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan.
Kata kunci: nilai religius, film
Sang Kyai, dan Sang Pencerah.
PENDAHULUAN
Karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran.
Karya sastra pada hakikatnya merupakan penjelmaan angan serta pengalaman pengarang dengan mengandalkan imajinasinya sebagai suatu hal yang akan menjadi dasar kekuatan pada karya sastra tersebut.
Karya sastra menjadi
sarana untuk menampilkan pesan-pesan kehidupan, misalnya pesan moral dan religius serta pesan
yang
lainnya. Oleh karena itu, di dalam sebuah karya sastra terdapat pesan yang sangat jelas.
Karya sastra khususnya film berfungsi bukan hanya memberikan hiburan atau keindahan saja terhadap pembacanya. Film juga dapatmemberikan suatu nilai-nilai yang dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam pendidikan,
seperti nilai religius, nilai
moral, nilai sosial, dan nilai pendidikan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan terhadap nilai religius yang terdapat dalam karya sastra, khususnya film. Hubungan sastra
dengan nilai religius dapat
diamati pada hasil sastra yaitu bagaimana
nilai religius yang ditampilkan melalui keindahan sebuah karya sastra itu.
Mangunwijaya (1994: 11) menyatakan bahwa pada awal mula, segala sastra adalah religius. Oleh karena itu, sastra dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap
dan
kepribadian
seseorang, dan secara umum adalah pembaca atau penikmat sastra untuk bersikap religius. Karya sastra sebagai ungkapan makna hidup dan kehidupan manusia sebagaimana telah tertangkap oleh imajinasi pengarang yang mengandung aspek religius mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia,
khususnya dalam
bidang pendidikan.
Media film
merupakan media pendidikan berbasis audio visual yang sangat disukai oleh peserta didik. Oleh karena itu, kemungkinan film dapat dijadikan
sebagai media pembelajaran sastra Indonesia sebab erat kaitannya dengan pembelajaran
Drama atau film yang memiliki alur dan unsur-unsur intrinsik lainnya seperti yang ada dalam karya sastra
berupa novel, cerpen dan karya fiksi lainnya. Media film diharapkan
dapat merangsang minat peserta didik dalam pembelajaran
film atau
Drama, dapat mengembangkan
kemampuan menyimak, mengembangkan sikap-sikap
positif terhadap sastra, membentuk pribadi
religius peserta didik, dan umumnya menerapkan pembelajaran sastra secara tepat.
Menurut Kristeva (dalam Martono, 2009:135) prinsip
yang paling mendasar dari intertektualitas adalah seperti halnya tanda-tanda
mengacu kepada tanda-tanda lain, setiap teks mengacu pada teks laindengan kata
lain, intertekstualitas dapat dirumuskan secara sederhana sebagai hubungan
antara sebuah teks tertentu dengan teks-teks lain (periksa culer, 1975 :Teew
1984)
Satu diantara jenis kajian terhadap karya sastra
adalah kajian intertekstual. Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian
terhadap sejumlah teks yang diduka yang mempunyai bentuk hubungan tertentu,
seperti hubungan unsur-unsur interinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot,
penokohan, gaya bahasa, dan lainnya diantara teks yang dikaji (Nurgiyantoro,
1995:50)
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak
mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Intertekstualitas merupakan salah satu sarana
pemberian makna kepada sejumlah teks, dengan cara
membandingkan dan menemukan
hubungan-hubungan kebermaknaan antara teks yang ditulis lebih dulu (hipogram) dengan teks
sesudahnya (teks transformasi).
Nilai adalah konsep, sikap dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu
yang dipandang berharga olehnya.
Sedangkan istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius terkait dengan nilai-nilai moral dalam agama, kebaikan, sopan santun, dan ketaatan kepada Tuhan.
Nilai religius atau keagamaan adalah nilai yang berhubungan
dengan agama, keimanan seseorang dan
tanggapan seseorang terhadap nilai yang
diyakini serta
tindakan manusia yang memancarkan keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Adapun
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana nilai religius yang
terdapat dalam film Sang Kyai karya
Anggoro Saronto, Bagaimana nilai religius yang terdapat dalam film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo, Bagaimana
hubungan nilai religius pada film Sang
Kyai karya Anggoro Saronto dan
film Sang Pencerah karya Hanung
Bramantyo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis
isi. Metode analisis isi adalah lebih mengenai
sebuah strategi penelitian daripada sekedar sebuah metode analisis teks tunggal
(Titscher,2009:94), artinya penulis membahas dan mengkaji isi film Sang Kyai dan Sang Pencerah. Objek
penelitian ini adalah nilai religius film Sang Kiai karya Anggoro
Saronto dan film Sang Pencerah karya
Hanung Bramantyo. Sumber data yang digunakan adalah data kutipan film Sang Kiai. Pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat. Instrument penelitian
ini adalah penulis sendiri sebagai peneliti, kartu data, dan alat tulis. Penyajian hasil analisis menggunakan teknik penyajian informal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Nilai religius yang terdapat dalam film Sang Kyai adalah hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
alam
sekitar:
1. Nilai religius yang berhubungan manusia dengan Tuhan
a. Menjaga akidah Islam
Menjaga
akidah islam salah satunya dengan penolakan untuk menyembah selain allah pada
film sang kyai, ditunjukan dengan adanya penolakan masyarakat islam tentang
sikerai. Sikerai merupakan upacara tentara Jepang untuk menyembah dewa matahari
yang disimbolkan dengan menundukan badan menyerupai gerakan ruku’. Hal itu
bertentangan dengan agama islam dan juga salah satu bentuk penyembahan kepada
selain Allah. Terdapat dalam kutipan:
Kyai
KH. Hasyim: “Kita membungkukan badan dalam solat, itu semata mata karena
Lillahita’alla. Bukan kaerna kita dipaksa oleh manusia untuk menyembah apa-apa
yang merka sembah” (SK: 2013)
Pada
kutipan di atas terlihat jelas bahwa kita sebagai umat Islam hanya menyembah
Allah SWT, haram hukumnya jika menyembah selain Allah.
b.
Membaca Al Quran
Membaca
Al Quran sudah dianjurkan bagi umat muslim. Pada film Sang Kyai telah
ditunjukan dengan para Ulama untuk melakukan pendekatan religius untuk membuat
hati masyarakat tergugah, bukan karena paksaan untuk membaca Al Quran. Terdapat
pada kutipan:
Hussein
Djajaningrat:”…kita harus melakukan propaganda buat hati mereka tergugah bukan
karena paksaan, jadi setiap propaganda yang dilakukan sehabis solat jumat harus
menyetil ayat-ayat suci Al Quran dan hadits…”(SK: 2013)
Pada
kutipan di atas terlihat jelas bahwa membaca Al Quran karena kesadaraan diri
kita sebagai umat muslim tanpa harus ada paksaan atau perintah dari orang lain.
c. Menyebut nama Allah
Terdapat pada kutipan:
KH. Hasyim: “awali dan akhiri
pidato dengan menyebut kebesaran Allah “Allah Akbar, Allah Akbar, Allah Akbar”” (SK: 2013)
Pada
kutipan di atas KH. Hasyim memberikan wejangan dan nasihat kepada Bung Tomo,
agar setelah dia melakukan pidato akhirilah dengan 3x takbir.
2. Hubungan manusia dengan manusia
a. Menikah
Menikah
itu pengikatan janji antar pria dan wanita dengan maksud meresmikan ikatan
perkawinan secara norma agama, norma hokum dan norma sosial. Pada film Sang
Kyai telah dilalukan pernikahan antara Harun dan Sari untuk menghandirkan dari
fitnah. Terdapat pada kutipan:
KH. Hasyim:”itu siapa
ru?”
Harun:”Sari Kyai, anak
Pak Muhidin.”
KH. Hasyim:”besok kalo ada waktu kita silahturahim
kerumah Muhidin, saya lamarkan.” (SK:
2013)
Pada kutipan
diatas telah jelas pada film Sang Kyai mengajarkan lebih baik segera menikah,
agar terhindar dari pandangan jahat.
b. Berbakti kepada suami
Berbakti
kepada suami sudah menjadi kewajiban sebagai seorang istri. Pada film Sang Kyai ditunjukan bahwa seorang istri
harus bisa melengkapi suami. Terdapat pada kutipan:
Nyai Masrullah:”perempuan itu ibaratnya pakaian bagi
seorang laki-laki yakni menghangatkan dimusim hujan dan meneduhkan dimusim
kemarau.” (SK:
2013)
Pada kutipan
diatas jelas bahwa istri itu menjadi pelengkap suaminya.
c. Husnudon/berprasangka baik
Husnudon/berprasangka baik
memilik maksud sikap mental dan cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat
Sesutu secara positif. Pada film Sang Kyai diajarkan untuk selalu berprangka
baik kepada sesama manusia. Terdapat pada kuitpan:
Sari:
“Mas bagaimana kalo kamu salah mengartikan maksud Kyai.”
Harun: “Tidak! Tidak mungkin
aku salah.” (SK:
2013)
Pada kutipan diatas terlihat jelas bahwa Sari mengingatkan Harun untuk
tidak berprasangka buruk terlebih dahalu kepada Kyai.
3. Hubungan manusia dengan alam sekitar
a. Menamam Padi
Terdapat pada
kutipan:
Sang Kyai sedang membantu para petani memanen padi
di sawah dan sempat berbincang dengan harun.
KH. Hasyim: “Dengan membantu para petani panen di
sawah, kita semua bisa menghargai nasi yang kita makan setiap harinya.” (SK: 2013)
Pada kutipan
di atas dijelaskan bahwa kita selayaknya bisa menghargai para petani agar agar
bisa menghargai nasi yang kita makan.
Nilai religius yang terdapat
pada film Sang Pencerah yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dan manusia, dan hubungan
manusia dan alam sekitar:
1.
Hubungan manusia dengan Tuhan
a.
Membaca Al Quran dan meyakininya
Dalam agama Islam, membaca Al Quran sudah menjadi
kewajiban bagi umat Islam. Seperti yang sudah dicontohkan pada film Sang
Pencerah bahwa membaca Al Quran wajib. Terdapat dalam kutipan :
Pada
saat perkumpulan membahas tentang perubahan arah kiblat.
Kakak Ahmad Dahlan : “…Allah itu menyatu. Menunggal
dengan umatnya. Dimanapun manusia menghadap di situ ada Allah.” (SP: 2010)
Pada kutipan di atas, menunjukan keyakinan Allah akan
selalu ada dimanapun umatnya menghadap.
Bashori : “Maaf Pak Ustads, kenapa dari kemarin kita
mengaji selalu mempelajari surat
Al-Kafirun? Padahal surat di AL Quran masih banyak yang lain.”
Ahmad Dahlan : “Sudah berapa anak yatim yang kau
santuni?
Bashori : “Belum ada.”
Ahmad Dahlan : “Buat apa kita mempelajari banyak surat
kalau hanya untuk dihafal dan tidak diamalkan.” (SP: 2010)
Pada kutipan di atas, menunjukan bahwa umat manusia
diwajibkan untuk mempelajari surat-surat dalam Al Quran dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Berhaji
Berhaji merupakan rukun iman yang ke-5. Sudah dianjurkan
bagi umat Islam jika sudah mampu untuk melaksanakan ibadah haji dan ingin
mendalami Islam segeralah menunaikan ibadah Haji. Seperti yang dilakukan Ahmad
Dahlan bahwa dia ingin mempelajari lebih dalam agama Islam dengan menunaikan ibadah
haji. Terdapat dalam kutipan:
Ahmad Dahlan : “Saya ingin pergi haji, Padhe…”
Kyai M Fadlil : “…untuk apa kamu berlayar?”
Ahmad
Dahlan : “Saya ingin mendalami Islam Pakdhe.” (SP: 2010)
Pada kutipan di atas, Ahmad Dahlan menunjukan bahwa menunaikan haji dapat
mendalami agama Islam.
c.
Menjauhi syirik
Syirik salah satu hal yang dibenci Allah. salah satunya
yaitu menyembah selain Allah misalnya memberika sesajen di suatu pohon besar
yang terdapat pada film Sang Pencerah. Ahmad Dahlan tidak setuju dengan adanya
pemberian sesaji yang diletakan di pohon besar. Terdapat dalam kutipan pada
saat seorang suami istri meletakan sesaji di bawah pohon besar. tetapi oleh
Ahmad Dahlan diambil kemudian dibagikan kepada rakyat yang kekurangan makan.
Lalu sepasang suami istri tersebut mengira bahwa sesaji mereka diterima oleh
penunggu pohon besar tersebut. Karena Ahmad Dahlan sadar bahwa sesaji itu
dilarang Allah dan tentunya dilarang oleh agama Islam.
d.
Meneladani sifat para nabi dan rosul
Terdapat
dalam kutipan :
Kyai : “kenapa Dimas melarang tahlilan?”
Ahmad Dahlan : “ Rasululloh menganjurkan manusia untuk
berdzikir agar selalu mengingat asmanya. Tetapi apakah rasululloh menganjurkan
untuk melakukan bersama-sama?...” (SP: 2010)
Dalam
kutipan di atas, mengajarkan bahwa kita meneladani sifat Rasul. Apa yang
diajarkan dan dicontohkan oleh Rasul. Boleh tahlilan untuk mengirim doa kepada
saudara kita yang sudah meninggal, tetapi tidak diharuskan untuk melakukannya
bersama-sama dan menyuarakan hingga terdengar tetangga.
2.
Hubungan manusia dengan manusia
a.
Menjalin
hubungan baik dengan keluarga
Sudah seharusnya kita
harus mempunyai hubungan baik dengan keluarganya. Dalam film Sang Pencerah
walaupun berbeda pendapat tetapi tetap berhubungan baik dengan keluarganya.
Terdapat pada kutipan:
Ahmad Dahlan : “Sudah
tidak ada tempat bagi saya di Kauman.”
Pakdhe : “Siapa yang bilang siapa?
Keluargamu masih sangat menghargaimu. Murid-muridmu juga…” (SP: 2010)
Pada
kutipan di atas, ditunjukan bahwa kita harus tetap berhubungan baik dengan
keluarga kita. Walaupun telah terjadi masalah atau kesalahpahaman, tetapi
jangan sampai kita melupakan keluarga kita dan meninggalkannya.
b. Gotong royong
Gotong
royong merupakan istilah untuk bekerja
bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Pada film Sang
Pencerah ditunjukan sikap gotong royong pada saat Ahmad Dahlan akan mendirikan
sebuah madrasah untuk anak-anak sekitar situ di sebelah rumahnya. Ahmad Dahlan
bersama santrinya bergotong royong untuk membersihkan ruangan dan membeli
furniture-furniture yang diperlukan. Terdapat dalam kutipan:
Sangidu : “Sapu yang
bersih ya.”
Hisyam : “ Maaf Kyai, saya telat. Untung ada
Dirjo yang menyelamatkanku dari emak. Apa yang bisa saya bantu Kyai?”
Ahmad
Dahlan : “Kamu ikut saya ke Pasar Bringhajo beli sesuatu.” (SP: 2010)
Kemudian
para santri bersama Ahmad Dahlan bekerja sama untuk membuat meja dan kursi yang
dibutuhkan untuk sekolah.
Pada
kutipan di atas, sudah terlihat jelas bahwa pada film Sang Pencerah sudah
mengajarkan untuk bergotong royong. Karena gotong royong pun sudah tercantum
dalam Al Quran.
3. Hubungan manusia dengan
lingkungan sekitar
Menjaga lingkungan
sekitar sudah kewajiban kita sebagai masyarakat yang tinggal di situ. Pada film
Sang Pencerah sudah ditunjukan saat masyarakat sedang menyapu halaman dan
sekeliling.
Hubungan intertektual nilai religius pada Film Sang
Kyai dan Sang Pencerah
Pada film Sang Kyai dan Sang
Pencerah banyak perbedaan dan persamaan. Salah satu persamaan antara film Sang
Kyai dan Sang Pencerah yaitu sama-sama menceritakan tentang Agama Islam.
Menceritakan bagaimana tokoh muslim ikut mengubah sejarah Indonesia melalui
film Sang Kyai dan Sang Pencerah. Sang Pencerah berkisah tentang K.H Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah sebuah organisasi Islam yang bertujuan
untuk mendidik umat Isllam agar dapat berfikiran maju sesuai dengan
perkembangan zaman. Pada film ini, diceritakan perjalanan hidup Ahmad Dahlan
sejak dari lahir sampai beliau menjadi pendiri Muhammadiyah. Ahmad Dahlan sudah
menolak adanya tradisi sesaji sejak dia berumur 15 tahun. Beranjak dewasa Ahmad
Dahlan semakin mempunyai keinginan kuat untuk mempelajari lebih dalam agama
Islam. Dengan jalan dia menunaikan ibadah Haji selama 5 tahun dan membawa
ilmunya kembali ke kampung halaman. Dengan kembalinya Ahmad Dahlan ke kampung
halaman berniat untuk mengubah keyakinan masyarakat yang pada awalnya meyakini
titah raja adalah sabda Tuhan, syariat Islam sudah bergeser ke tahayul dan
musyrik. Walaupun memang masyarakat Kauman menganut agama Islam, tetapi agama
tidak bisa mengatasi keadaan karena Islam sudah terpengaruh oleh ajaran Syech
Siti Jenar yang meletakan raja sebagai perwujudan Tuhan. Perjalanan dan
perjuangan yang dilakukan Ahmad Dahlan dalam menyelamatkan masyarakat Kauman
dari kehidupan tahayul dan mistik selama itu tidaklah mudah. Banyak kecaman dan
penolakan dari masyarakat dan ulama lainnya. Walaupun di antara ulama-ulama itu
masih ada hubungan darah dengannya, tetap saja tidak setuju dengan Ahmad Dahlan.
Bahkan menganggapnya kafir.
Berbeda halnya dengan film
Sang Kyai. Pada film ini berkisah tentang pendiri Nahdatul Ulama yaiti Kyai
Hasyim Asyari terkait pikiran-pikiran kontributifnya dalam perjuangan
kemerdekaan dengan kata lain sumbangsi Nahdatul Ulama dalam menggapai
kemerdekaan. Dalam film ini menggambarkan pertempuran anak muda Nahdatul Ulama
dibawah bendera laskar Hizbullah. Adegan tersebut sebenarnya ingin menekankan
bahwa Nahdhatul Ulama sejak awal merupakan bagian dari Indonesia, kecenderungan
tersebut juga tertuang dalam pikiran seorang K H Hasyim Asy’ari. Saat sang
tokoh dimintai fatwa tentang perlunya mendukung kemerdekaan Indonesia, maka
dengan tangan terbuka pendiri salah satu ormas terbesar di nusantara ini
menyanggupinya. Pemandangan sama juga terjadi saat Bung Tomo meminta resolusi
jihad kepada Sang Kyai, bagian ini menunjukkan sisi fleksibilitas pemikiran K H
Hasyim Asy’ari. Bahkan dalam titik tertentu sikapnya cenderung berpihak kepada
Jepang. Hal ini ditunjukkan dengan kemauannya bekerjasama dengan Jepang dalam
sisi tertentu. Tentu ini bukan sikap membelot, melainkan lebih sebagai strategi
memenangkan peperangan melawan penjajah. Buktinya laskar hizbullah yang lahir
dari sikap berpihak terhadap Jepang, mampu menjadi barisan pejuang tangguh yang
menghadang kedatangan Belanda.
Di sini film Sang Pencerah
terlebih dahulu dibuat yaitu pada tahun 2010. Dengan adanya film Sang Pencerah
maka dibuatlah film Sang Kyai pada tahun 2013 . Tetapi Bukan berarti film Sang
Kyai menjiplak film Sang Pencerah. Pada film Sang Pencerah menceritakan tentang
perjuangan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Sedangkan pada film Sang Kyai
menceritakan sang pendiri organisasi Nahdatul Ulama bersama santrinya di bawah
bendera laskar Hizbullah
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jadi, dengan adanya film Sang Pencerah
melahirkan organisasi Islam Muhammadiyah. Kemudian muncullah ffilm Sang Kyai
yang melahirkan organisasi Nahdatul Ulama. Lalu, pada dua film ini mengalami
perluasan yaitu melahirkan organisasi baru Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia). Masyumi adalah organisasi penggabungan dari organisasi Muhammadiyah
dan Nahdatul Ulama dengan ketua umum K.H Hasyim Asyari. Jadi, dengan adanya
film Sang Kyai membawa perkembangan yang baik pada agama Islam. Tidak hanya
pada agama Islam saja, tetapi pada kualitas santri dan masyakatnya. Berkembang
baik pada keyakinan para masyarakatnya. Pada film Sang Pencerah, masyarakat dan
ulama masih percaya dan yakin kepada hal-hal atau sesuatu mistik seperti masih
melakukan sesaji menyembah selain Allah SWT dan menganggap raja sebagai sabda Tuhan. Sedangkan pada film Sang Kyai, agamanya sudah
cukup kuat. Para santri dan ulama pun bersatu untuk memperjuangkan agama di
bawah panji Hizbullah.
Dalam dimensi universal, kehadiran ke dua film
ini merupakan anti tesa dari label radikalisme yang belakangan sering dianggap
buruk pada Umat Islam. Penilaian ini
memang tidak muncul begitu saja, gejala ini tak lepas dari sepak terjang
segelintir oknum yang membalut kekerasan dengan bersembunyi dengan
mengatasnamakan agama. Kedua film ini ingin menegaskan bahwa Umat Islam
Indonesia bukan penyokong radikalisme. Umat Islam Indonesia juga bukan
persatuan yang memusuhi negara, buktinya kedua organisasi masyarakat terbesar
di Indonesia Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah, telah terang – terangan
menyatakan komitmennya bahwa NKRI telah final. Kehadiran Umat Islam di
Indonesia adalah mewujudkan dan terpeliharanya nilai islami dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, bukan untuk membentuk negara islam. Nahdhatul Ulama
dan Muhammadiyah juga menjadi pionir bahwa kita bisa berislam tanpa
menanggalkan keindonesiaan kita. Berislam bukan berarti harus mencomot model
kehidupan arab. Yang perlu hidup di Indonesia adalah islamisasi, bukan
arabisasi. Indonesia perlu bersyukur dengan kokohnya dua ormas islam terbesar
ini, karena mereka telah menyatakan loyalitasnya di bawah panji merah putih,
namun tetap memegang teguh atribut keislamannya.
SIMPULAN
Nilai
religius dalam film sang Kyai karya Anggoro Santoso mencakup tiga aspek yaitu:
(a) Hubungan manusia dengan Tuhan, (b) Hubungan manusia dengan manusia, (c)
Hubungan manusia dengan alam sekitar. Nilai religius dalam film sang Pencerah
karya Hanung Bramantyo mencakup tiga aspek yaitu: (a) Hubungan manusia dengan
Tuhan, (b) Hubungan manusia dengan manusia, (c) Hubungan manusia dengan alam
sekitar. Nilai-nilai religius tersebut dikemas secara padat dan menarik dalam cerita sehingga
terlihat estetis dan terkesan tidak menggurui.
Dari pembahasan dan simpulan di atas, penulis dapat memberikan saran-saran
yaitu: (a)
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai
perbandingan terhadap pengajaran sastra, menambah kelengkapan sebagai bahan pengajaran
dan memperkaya wawasan; (b) Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahun di bidang sastra
khususnya dalam tata aspek nilai religius yang di lihatnya sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (c) Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti berikutnya dalam memperkaya wawasan sastra dalam pengembangan teori.
DAFTAR
PUSTAKA
Pramestisari, 2017. Nilai-Nilai Religius
Dalam Novel Assalamualaikum Beijing! Dan Cinta Di Ujung Sajadah Karya Asma
Nadia. Diakses dari http://repository.radenintan.ac.id/688/1/Skripsi_Lengkap_Putri_P.pdf. Diunduh 16 November
2018, pukul 21.30 WIB.
Khusnah, 2016. Bahasa Indonesia
Kajian Intertekstual. Diakses dari https://tetesembundidaun.wordpress.com/bahasa-indonesia-kajian-intertekstual/.
Diunduh 14 November
2018, pukul 16.00 WIB.
Mangunwijaya, Y.B. 1994. Sastra dan Religiusitas.
Yogyakarta: Sinar Harapan.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.`
Rizkiana,
Suci dan Fianti, Amelia Arlin (2017). Kajian Intertekstual Dan Nilai Pendidikan Novel Edensor Karya Andrea
Hirata Dan Novel 5 Cm Karya Donny
Dhirgantoro, Diakses
pada
https://scholar.google.co.id/citations?user=8a4cRrUAAAAJ&hl=id&oi=ao. Diunduh pada 21 November
2018, pukul 10.30 WIB
Post Title :
KAJIAN INTERTEKSTUAL DAN NILAI RELIGIUS FILM SANG KYAI KARYA ANGGORO SARONTO DENGAN SANG PENCERAH KARYA HANUNG BRAMANTYO
0 comments
Post a Comment