Modul Kajian Bahasa Indonesia
BAB 1
KAJIAN BAHASA INDONESIA
Kompetensi Dasar
Mahasiswa
mampu menganalisis dan menerapkan kajian bahasa Indonesia.
Indikator
Pertama, mahasiswa
mampu menguraikan
sejarah perkembangan bahasa
Indonesia mulai dari sebelum kemerdekaan sampai dengan era globalisasi saat ini. Kedua, mahasiswa mampu mengaitkan hakikat, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara dan bahasa
nasional. Ketiga, mahasiswa mampu mengonsepkan macam ragam bahasa meliputi segi pembicara
atau penulis dan pemakaian. Keempat, mampu
mengimplementasikan konsep, ciri, dan
fungsi
ragam
baku.
A. Hakikat, fungsi,
sejarah, dan kedudukan bahasa
Indonesia
1. Hakikat Bahasa
Indonesia
Bahasa tanpa disadari sering
kita menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa bagi manusia
sudah menjadi suatu kebutuhan yang
mendasar dan pokok dalam berbagai aktivitas. Oleh karena itu bahasa tidak
mengenal usia, jenis
kelamin, maupun
jenis pekerjaan. Hakikat bahasa menurut pendapat
dari
para ahli sebagai
berikut.
1) Bahasa adalah cara untuk mengetahui proses pemerolehan pengalaman menjadi pengetahuan
dalam menjalankan aktivitas (Halliday,
2007:270).
2) Bahasa adalah sebuah sistem yang berwujud lambang berupa bunyi dan
bersifat arbitrer, bermakna, konvensi, unik,
universal,
produktif, bervariasi, dinamis,
alat
interaksi sosial, dan menjadi
identitas bagi penuturnya (Chaer,
2007:33).
3) Bahasa adalah cara berkomunikasi antar sesama manusia
dalam konteks
dan tujuan tertentu (www.tcmpub.com).
4) Bahasa adalah sarana komunikasi antaranggota masyarakat dalam menyampaikan ide dan perasaan secara lisan dan tulis (Kemendikbud,
2013:1).
5) Bahasa
adalah sistematik, manasuka
(arbitrer) dan konvensi (persetujuan),
ucapan atau
vokal,
simbol atau lambang,
manusiawi, dan
alat
komunikasi. Maksud dari bahasa adalah sistematik yakni bahasa
memiliki aturan atau
sistem atau pola yang
meliputi sistem bunyi dan makna. Bahasa adalah
manasuka
(arbitrer) dan konvensi (persetujuan) mempunyai arti bahwa bahasa awal mulanya
manasuka
yang menjadi
kebiasaan kemudian
melalui persetujuan berubah
menjadi aturan tetap
dan menjadi
sistem yang terikat bunyi serta maknanya. Bahasa adalah ucapan atau vokal, bahwa perkenalan bahasa secara langsung
melalui ujaran yang diucapkan
berupa huruf vokal. Bahasa adalah simbol atau lambang, bahwa dalam
bahasa terdapat unsur simbol yang
mempunyai makna atau pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Bahasa adalah manusiawi dan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari
(Suhardi,
2013:21).
6) Hakikat bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk keperluan
sehari-hari (Cahyani,
2012:47). Berdasarkan
pendapat
dari berbagai
sumber disimpulkan bahwa, hakikat
bahasa adalah alat komunikasi manusia berupa simbol
atau lambang yang disampaikan melalui lisan maupun tulis,
dengan struktur yang terikat oleh
sistem namun
tetap
memenuhi
sifat-sifat kebahasaan.
Perbaikan: Oleh karena itu, bahasa tidak
mengenal usia, jenis
kelamin, maupun
jenis pekerjaan.
Sifat bahasa
menurut Chaer (2007:33) terdiri dari dua belas sifat, antara
lain (1) sistematik,
maksudnya
bahwa bahasa
mempunyai susunan
yang teratur
atau
berpola yang
membentuk
suatu makna
atau fungsi,
(2) lambang atau
simbol, bahasa sebagai
lambang
atau
simbol dalam berkomunikasi yang berfungsi dapat mewakili
ide, pikiran, atau perasaan secara langsung
sehingga lawan tutur dapat menangkap tujuan, (3) bunyi,
bunyi dalam bahasa mempunyai arti bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia,
(4)
bermakna,
bahasa
bersifat bermakna
dalam
hal
ini
bahasa
mempunyai arti sama dengan bendanya, (5) arbitrer, bahasa diartikan mana
suka atau sewenang-wenang atau tidak ada
hubungan antara bunyi dengan lambang, (6) konvensional, bahasa merupakan persetujuan yang telah disepakati bersama, (7) produktif, mempunyai arti bahwa
bahasa banyak menghasilkan satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, (8) unik, bahasa mempunyai ciri khas yang spesifik dan tidak dimiliki oleh yang
lain,
(9) universal,
bahasa memiliki ciri yang sama
yang
dimiliki oleh
setiap
bahasa yang ada di dunia, (10) dinamis, maksudnya bahasa selalu berubah
dan tidak tetap mengikuti kegiatan manusia,
(11) variasi, diartikan bahwa bahasa mengikuti penutur
sehingga menimbulkan variasi bahasa yang beragam, dan (12) manusiawi, bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi yang produktifdan dinamis. Dengan demikian dari kedua belas
sifat bahasa maka, disimpulkan bahwa sifat bahasa secara
inti terdapat lima sifat, yakni sistematis, ujaran atau bunyi, mana suka
(arbitrer), produktif, dan
manusiawi.
Perbaikan:
1. manusiawi, bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi yang produktif dan dinamis.
2. manasuka (arbitrer).
2. Fungsi
Bahasa Indonesia
Fungsi bahasa dapat didefinisikan sebagai
tujuan untuk menggunakan bahasa (www.tcmpub.com). Fungsi bahasa
adalah nilai pemakaian bahasa dalam kedudukan yang
telah ditentukan dalam kedudukan bahasa (Sugihastuti & Saudah S., 2016:5). Fungsi bahasa Indonesia terbagi menjadi dua hal
meliputi
fungsi
bahasa
secara
umum
yang terdiri
dari personal dan sosial. Fungsi bahasa
sebagai personal mengacu pada peranan
bahasa sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan pesan dan
tujuan kepada orang lain.
Fungsi bahasa
sebagai sosial mengacu pada
peranan
bahasa sebagai alat komunikasi dan
interaksi
antarindividu atau antarkelompok sosial (Sumardi
& Sugiarsih, 2012:111). Fungsi
bahasa secara
khusus meliputi fungsi ekspresi diri, komunikasi, adaptasi serta
integrasi, dan kontrol
sosial. Keempat fungsi
bahasa tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1)
Fungsi bahasa sebagai ekspresi diri, mempunyai maksud bahwa fungsi ini
menyatakan sesuatu yang akan disampaikan oleh penulis atau pembicara
sebagai wujud keberadaannya yang bertujuan menarik perhatian orang lain (persuasif
dan
provokatif), untuk membebaskan diri dari tekanan dalam
diri, melatih
untuk menyampaikan ide,
dan menunjukkan
keberanian dalam penyampaian ide. Fungsi bahasa sebagai ekspresi diri
saling terkait
dalam aktivitas dan
interaksi individu mulai
dari bayi hingga dewasa.
2) Fungsi bahasa
sebagai komunikasi, bahwa komunikasi
terwujud jika ekpresi diri diterima oleh orang
lain. Jadi komunikasi berprasyarat pada
ekspresi diri orang lain.
3) Fungsi bahasa sebagai penyesuaian (adaptasi) dan peningkatan
(integrasi), kedua fungsi tersebut merupakan kekhususan dalam bersosialisasi dengan lingkungan. Karena bahasa memanfaatkan aturan-aturan yang disepakati bersama sehingga manusia
dapat melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan dan adaptasi terhadap
lingkungan baru.
4) Fungsi bahasa
sebagai kontrol sosial, bahwa bahasa dapat mempengaruhi sikap dan tindakan orang
dalam masyarakat sehingga orang yang terlibat
dalam komunikasi dapat saling
memahami. Fungsi bahasa sebagai kontrol sosial
dapat
keterkaitan dengan
proses sosial
suatu
masyarakat, contohnya
keahlian bicara,
penerus tradisi, pengidentifikasian
diri, dan menimbulkan rasa keterlibatan
pada masyarakat bahasa (Kemendikbud,
2013:2-3).
Dengan demikian, disimpulkan bahwa fungsi bahasa sesuai dengan tujuan
dalam penggunaan bahasa
baik secara umum maupun khusus.
Fungsi utama bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang
diinginkan. Namun demikian semua fungsi dalam bahasa saling terkait, sehingga satu
aktivitas berbahasa mempunyai
lebih dari satu fungsi.
Perbaikan:
Fungsi bahasa Indonesia terbagi
menjadi dua hal
yaitu meliputi fungsi
bahasa
secara
umum
yang terdiri
dari personal dan sosial.
3. Sejarah Bahasa Indonesia
Sejarah bahasa Indonesia mengalami banyak perkembangan dimulai
sebelum kemerdekaan sampai sekarang perkembangannya masih terus
berlanjut dengan sangat
pesat.
Hal ini dapat dibuktikan dengan
jumlah
pemakai, sistem
tata bahasa, jumlah
kosa
kata, dan
pemakaian bahasa
Indonesia dalam berbagai kegiatan serta
media. Berdasarkan waktu
terjadinya, perkembangan sejarah bahasa Indonesia
dikelompokkan menjadi
dua tahapan, meliputi
sejarah bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan dan sejarah bahasa Indonesia
setelah kemerdekaan. Perkembangan bahasa
Indonesia tersebut
dijelaskan sebagai
berikut.
Sudah benar.
3.1 Sejarah bahasa
Indonesia
sebelum kemerdekaan
Bahasa Indonesia
merupakan salah satu ragam dari bahasa Melayu
yang telah digunakan sebagai alat komunikasi sosial secara turun temurun
dari generasi ke generasi sampai sekarang masih digunakan, terutama di
kepulauan Aceh dan Sumatera. Berikut peristiwa yang
menjadi bukti
perkembangan
bahasa Melayu.
Sudah
benar.
3.1.1 Batu Bertulis
Prasasti yang ditemukan pada zaman kerajaan sebelum kemerdekaan
bertuliskan Prae-Nagari, kawidan berbahasa
melayu kuno. Prasasti tersebut meliputi (1) Palembang; Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, dan Telaga
Batu. (2) Bangka; Prasasti Kota Kapur. (3) Jambi; Prasasti Karang Berahi. (4) Jawa Tengah; Prasasti Gandasuli. (5) Bogor; Prasasti Jambu. (6)
Banten; Prasasti Lebak (Cidanghiang). (7) Jakarta;
Prasasti
Tugu. (8) Kediri; Prasasti
Penumbangan,
Talan, Weleri,
Pandelgan, Semandhing,
Hantang, Jepun, Angin,
Jaring, Sarwadhana, dan
Ceker. (9) Lampung;
Prasasti Palas
Pasemah.
Perbaikan: Prasasti tersebut
ditemukan di beberapa daerah yaitu, meliputi (1) Palembang; Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, dan Telaga
Batu. (2) Bangka; Prasasti Kota Kapur. (3) Jambi; Prasasti Karang Berahi. (4) Jawa Tengah; Prasasti Gandasuli. (5) Bogor; Prasasti Jambu. (6)
Banten; Prasasti Lebak (Cidanghiang). (7) Jakarta;
Prasasti
Tugu. (8) Kediri; Prasasti
Penumbangan,
Talan, Weleri,
Pandelgan, Semandhing,
Hantang, Jepun, Angin,
Jaring, Sarwadhana, dan
Ceker. (9) Lampung;
Prasasti Palas
Pasemah.
Peninggalan bersejarah lainnya selain prasasti
ada yupa yang
ditulis dengan huruf
palawa dan menggunakan bahasa sansekerta
(Suranti &
Saptiarso, 2009:9-20). Dengan demikian, penggunaan bahasa
sudah menjadi
alat komunikasi sejak ribuan tahun yang
lalu sebelum kemerdekaan.
Penggunaan bahasa tersebut meliputi bahasa sansekerta
dan
melayu kuno.
Kedua bahasa tersebut diwujudkan melalui media
batu berupa prasasti dan
yupa.
Perbaikan:
Ada pula peninggalan bersejarah lainnya selain prasasti
yaitu yupa yang
ditulis dengan huruf
palawa dan menggunakan bahasa sansekerta
(Suranti &
Saptiarso, 2009:9-20).
3.1.2 Kesusastraan dan Kamus Bahasa
Kesusastraan pada zaman kerajaan sebelum kemerdekaan meliputi
Kakawin Arjuna Wiwaha oleh Mpu Kanwa, Kresnayana oleh Mpu Triguna, Samanasantaka oleh Mpu Managuna, Samaradahana
oleh Mpu Darmaja,
Hariwangsa
oleh Mpu Panuluh, Gathotkaca Sraya oleh Mpu Panuluh, Bharatayuda oleh Mpu Panuluh dan Mpu
Sedah, Wrestasancaya dan kidung Lubdhaka oleh Mpu Tanakung. Daftar kata-kata yang disusun oleh Pigafetta
di tahun 1522 berisi kata-kata dari bahasa Melayu yang digunakan penduduk kepulauan Maluku (Sugihastuti &
Saudah S., 2016:2). Kamus bahasa Melayu pertama merupakan ejaan resmi bahasa Melayu atau ejaan lama yang
ditulis oleh Ch. A. Van
Ophuysen dibantu Engku Nawawi di
tahun 1901. Tujuan penulisan ejaan resmi bahasa
Melayu agar orang Belanda
mudah memahami
dalam
berkomunikasi.
Sudah benar.
3.1.3 Penerbit
Balai pustaka didirikan dengan sebutan Commissie voor de volkslectuur mempunyai arti komisi untuk bacaan
rakyat. Tujuan
pendirian balai pustaka untuk
mengembangkan bahasa-bahasa
daerah utama di Indonesia. Balai pustaka merupakan
perusahaan dan penerbitan
milik negara yang
menerbitkan kurang
lebih 350 judul buku pertahun, contoh surat kabar Slompret Melajoe yang
berbahasa Melayu kuno,
majalah pujangga baru,
novel, buku kesehatan dan lain-lain. Penerbit terbagi menjadi
tiga generas,
meliputi generasi pertama, tahun 1854 – 1860 disebut dengan periode
surat kabar yang diterbitkan oleh H.C. Klinkert yang berbahasa Belanda. Generasi kedua, tahun 1860 – 1880 berbahasa
pra Indonesia
dan
Melayu, hal ini
dikarenakan dipengaruhi oleh
pemilik penerbit yakni keturunan Eropa. Generasi
ketiga, tahun 1881 sampai kebangkitan nasional mulai menggunakan bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia, hal ini karena
pemilik
penerbit
kebanyakan
keturunan
Tionghoa dan Indonesia atau
pribumi.
Perbaikan:
generasi
3.1.4 Sumpah Pemuda
Kongres pemuda pertama
kali diadakan tanggal 28 Oktober
1928 yang dihadiri aktivis dari berbagai daerah di Indonesia. Hasil dari kongres
pemuda terdiri dari tiga poin utama, salah satunya pada poin
ketiga mengubah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan atau bahasa nasional (Ningsih, S.,
dkk., 2007:3).
Sudah benar.
3.1.5 Pujangga
Baru
Angkatan sastrawan muda atau pujangga baru berdiri tahun 1933 diketuai
oleh Sutan Takdir Alisahbana. Latar belakang munculnya pujangga baru karena reaksi atas banyaknya sensor yang
dilakukan penerbit balai
pustaka terhadap karya tulis sastrawan yang
menyangkut nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Angkatan pujangga baru terdiri dari dua kelompok meliputi seni untuk
seni dan seni untuk pembangunan masyarakat. Pada masa itu terkenal
dengan sastrawan yang mempunyai ciri khas dalam karyanya yang intelektual,
nasionalis, dan politis.
Perbaikan:
Angkatan pujangga baru terdiri dari dua kelompok yang
meliputi seni
untuk seni dan seni untuk pembangunan masyarakat.
3.1.6 Kongres Bahasa
Indonesia
Kongres bahasa
Indonesia merupakan
wujud
kegiatan
untuk
memperkuat
hasil dari sumpah pemuda. Kongres bahasa Indonesia
pertama terselenggarakan di kota Solo
pada tahun 1938
yang dihadiri oleh cendekiawan
dan budayawan antara lain Prof. Dr. Hoesin Djajadiningrat, Prof.
Dr. Poerbatjaraka, dan
Ki Hajar Dewantara.
Menghasilkan keputusan penggantian
ejaan
Van
Ophuysen,
mendirikan institut bahasa Indonesia, dan menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar dalam badan
perwakilan.
Perbaikan:
Kongres bahasa Indonesia pertama
kali diselenggarakan di
kota Solo
pada tahun 1938
yang dihadiri oleh cendekiawan
dan budayawan antara lain Prof. Dr. Hoesin Djajadiningrat, Prof.
Dr. Poerbatjaraka, dan
Ki Hajar Dewantara.
3.1.7 Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan
Jepang,
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintahan Jepang dengan rakyat dan bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan
dan untuk keperluan pengetahuan.
Sudah benar.
Dengan demikian penyebab bahasa Melayu dijadikan bahasa
Indonesia yang meliputi empat faktor antara lain pertama, bahasa Melayu
merupakan lingua
franca (bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi
sosial dan bahasa perdagangan diantara
orang-orang berlainan
bahasa). Kedua, sistem tata
bahasa
Melayu lebih sederhana dan mudah dipelajari serta dipahami. Ketiga, kerelaan berbagai suku di Indonesia menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Keempat, bahasa
Melayu sebagai bahasa
kebudayaan
dalam
arti luas.
Maksudnya bahwa bahasa Melayu dapat dijadikan sebagai alat yang menghubungkan antara budaya dan
manusia.
Sudah
benar.
3.2 Sejarah Bahasa
Indonesia
setelah Kemerdekaan
Bahasa Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan
ditetapkan sebagai bahasa resmi negara. Hal ini terdapat
dalam UUD 1945 Bab XV pasal
36, dan pembentukan lembaga pusat bahasa
dan penyelenggaraan kongres bahasa Indonesia. Tahun
1947 diresmikannya penggunaan ejaan republik
Indonesia atau disebut juga
ejaan Soewandi sebagai penyempurna
ejaan sebelumnya. Pelaksanaan kongres bahasa Indonesia kedua
di Medan pada tahun 1954 dengan hasil kongres menguatkan bahasa Indonesia
sebagai nasional dan bahasa negara. Hasil kongres ketiga
tahun 1978 memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia serta memantapkan
kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia. Hasil
kongres keempat pada
tahun 1983 peningkatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
serta
mewajibkan semua
warga negara Indonesia untuk
menggunakan
bahasa Indonesia dengan
baik
dan benar.
Sudah benar.
Hasil
kongres
kelima pada tahun 1988
kamus besar
bahasa Indonesia, tata
bahasa baku bahasa Indonesia, dan buku penyuluhan bahasa Indonesia. Hasil kongres keenam pada
tahun 1993 mengusulkan pusat pembinaan dan pengembangan bahasa diubah menjadi lembaga bahasa
Indonesia dan penyusunan undang-undang bahasa Indonesia. Hasil kongres ketujuh pada
tahun 1998 mengusulkan terbentuknya badan pertimbangan bahasa. Hasil kongres kedelapan pada
tahun 2003 menghasilkan tiga pokok
bahasa
meliputi bahasa, sastra, dan media masa. Hasil kongres kesembilan
pada tahun 2008 menghasilkan lima
hal
pokok, meliputi
bahasa Indonesia,
bahasa
daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media masa. Hasil kongres kesepuluh pada
tahun 2013 menghasilkan
hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah berdasarkan pertimbangan dari
badan pengembangan dan
pembinaan bahasa. Keputusan
presiden no. 57 tahun 1972
yang meresmikan penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan.
Sudah
benar.
4. Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara
mempunyai arti bahwa bahasa Indonesia
telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat seluruh Indonesia sebagai lambang identitas nasional, alat pemersatu
berbagai suku
bangsa, dan
alat perhubungan antardaerah, antarwarga, dan antarbudaya. Kedudukan bahasa sebagai bahasa negara mempunyai maksud bahwa
bahasa Indonesia
menjadi bahasa
resmi negara republik Indonesia yang
menjadi lambang kebanggaan kebangsaan.
Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi
kenegaraan
yang digunakan sebagai bahasa pengantar
pendidikan, alat perhubungan di tingkat
nasional untuk kepentingan pembangnan dan pemerintahan, dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan,
dan
teknologi.
B. Macam-macam Ragam Bahasa
Istilah ragam mempunyai sinonim dengan kata variasi. Ragam bahasa
dapat diartikan sebagai variasi bahasa yang terbentuk karena pemakaian bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia
(KBBI) ragam bahasa
diartikan variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik yang
dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium pembicaraannya. Pemilihan ragam bahasa
dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur (orang yang berbicara) sesuai dengan situasi
(Sugihastuti &
Saudah S., 2016:5). Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi perlu memperhatikan empat aspek yang pertama situasi yang dihadapi, kedua permasalahan yang
hendak disampaikan, ketiga latar belakang
pendengar atau pembaca yang
dituju, dan keempat medium atau sarana bahasa yang
digunakan. Keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut lebih mengutamakan aspek situasi
yang
dihadapi dan aspek media bahasa yang digunakan dibandingkan kedua aspek yang lain
(Kemendikbud, 2013:6).
Ragam bahasa berdasarkan fungsi dan situasi dibedakan menjadi dua
jenis, yang
meliputi ragam bahasa dari segi pembicara/penulis dan ragam bahasa dari
segi
pemakaian. Kedua ragam tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
1)
Ragam bahasa dari segi pembicara diperinci menjadi tiga ragam meliputi yang pertama ragam daerah disebut juga logat atau dialek. Ragam daerah ini
muncul karena pengaruh yang
kuat dari bahasa ibu atau bahasa pertama pembicara. Faktor yang
mempengaruhi ragam daerah meliputi aksen,
kosakata, dan gramatikal. Ragam daerah sering
digunakan dalam kehidupan
sehari-hari pada
situasi nonformal, contoh percakapan mahasiswa yang
berasal dari Bandung
di Kantin menggunakan dialek sunda. Kedua, ragam pendidikan sikap pembicara/penulis dibedakan menjadi dua
ragam meliputi
ragam cendekiawan dan ragam noncendekiawan. Perbedaan kedua
ragam disebabkan
perbedaan tingkat pendidikan formal dan
nonformal, contoh
ragam bahasa
satpam dengan wartawan. Ketiga, ragam bahasa sikap
pembicara/penulis
yang dipengaruhi oleh pokok pembicaraan,
tujuan dan
arah pembicaraan, dan sikap pembicaraan. Ragam sikap ini yang
akan
membedakan ragam
resmi dan
ragam
non resmi.
2) Ragam bahasa
dari segi pemakaian dibedakan menjadi tiga
ragam yang
meliputi pokok persoalan, sarana, dan gangguan campuran. Ketiga
ragam dijelaskan sebagai berikut, yang
pertama ragam bahasa dilihat dari pokok persoalan hubungan dengan lingkungan yang
dipilih dan dikuasai, luasnya pergaulan, pendidikan,
profesi, kegemaran, dan pengalaman.
Pemilihan ragam bahasa
pokok persoalan hubungan dengan lingkungan faktor yang mempengaruhi antara
lain
pemilihan kata, ungkapan khusus,
dan kalimat
khusus. Kedua, ragam bahasa
dilihat dari sarana dibedakan menjadi ragam
lisan dan ragam tulis. Perbedaan ragam bahasa
lisan dan tulis, ragam bahasa lisan meliputi unsur aksen, tinggi rendah dan panjang
pendek suara, serta
irama
kalimat.
Ragam bahasa tulis meliputi kelengkapan
dan keutuhan
fungsi gramatikal (fungsi tata bahasa). Ketiga, ragam bahasa dilihat dari
pemakaiannya yang
sering
terjadi gangguan percampuran unsur (kosakata) daerah maupun asing. Ragam bahasa yang terpengaruh karena gangguan
percampuran unsur-unsur tesebut mendorong pembicara/penulisan bersikap bijaksana dalam
memilih (Sugihastuti & Saudah S.,
2016:8-10).
Ragam bahasa dibedakan menjadi tiga
macam, meliputi ragam bahasa
berdasarkan situasi
pemakaian, ragam
bahasa berdasarkan media,
dan laras
bahasa. Ketiga macam ragam bahasa dijelaskan sebagai
berikut.
1) Ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya, dibedakan menjadi tiga
ragam yang
meliputi ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan
ragam bahasa
nonformal. Setiap bagian mempunyai kriteria tertentu dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama kriteria ragam bahasa formal atau resmi
yang meliputi
kemantapan dinamis
dalam pemakaian kaidah,
penggunaan
fungsi gramatikal secara konsisten
dan eksplisit, penggunaan bentukan
kata
secara lengkap dan tidak singkat, penggunaan imbuhan (afiksasi) secara
konsisten serta eksplisit,
dan
penggunaan ejaan yang baku baik
secara lisan
maupun tulis. Perbedaan ketiga
ragam tersebut dapat diamati dari hal pokok
masalah yang dibahas, hubungan antara pembicara dan pendengar, media bahasa yang digunakan (lisan atau tulis), lingkungan penutur terjadi, dan situasi
ketika pembicaraan
berlangsung.
2) Ragam bahasa berdasarkan medianya
terbagi menjadi dua yakni ragam lisan dan tulis. Ragam bahasa lisan merupakan ragam bahasa yang langsung diucapkan oleh penuturnya kepada
pendengar atau teman bicaranya. Ragam bahasa lisan sangat
bergantung pada intonasi
penutur dan
pemahaman makna pendengar
atau
teman
bicara. Contoh: a) Cicak/ makan nyamuk
mati, b) cicak
makan//nyamuk mati,
c)
cicak makan nyamuk/ mati.
Ragam bahasa tulis
merupakan ragam bahasa yang ditulis atau dicetak dengan memperhatikan penempatan tanda
baca dan
ejaan secara benar.
Ragam
bahasa tulis bersifat formal contohnya penulisan skripsi, semi
formal contohnya
perkuliahan, dan non formal contohnya teks rincian belanja.
Perbedaan ragam
lisan dan tulis sebagai berikut. Ragam
lisan memerlukan kehadiran lawan tutur, mempunyai unsur gramatikal (tata
bahasa) tidak lengkap, terikat ruang dan waktu, serta dipengaruhi oleh nada, jeda, ritme, dan suara. Ragam tulis tidak memerlukan lawan tutur atau dapat dilakukan secara individu, memiliki unsur gramatikal lengkap, tidak terikat ruang
dan
waktu, dipengaruhi
oleh tanda baca dan ejaan.
3) Laras
bahasa adalah kesesuaian antara bahasa
dan fungsi pemakaiannya.
Contoh jenis laras bahasa ekonomi, memiliki
sublaras akuntansi, sublaras manajemen, sublaras perpajakan. Perbedaan sublaras bahasa dengan laras
ilmiah diamati dari enam hal meliputi
pertama, penggunaan kosakata dan bentukan kata.
Kedua, penyusunan frasa, klausa,
dan
kalimat. Ketiga, penggunaan istilah. Keempat,
penggunaan paragraf. Kelima, penampilan
teknis. Keenam,
penampilan kekhasan dalam wacana (Kemendikbud,
2013:7-9).
C. Pengertian,
Ciri, dan Fungsi Ragam Baku
1. Pengertian Ragam Baku
Ragam baku disebut juga ragam ilmiah atau bahasa yang tidak
menyimpang dari kaidah ejaan, peristilahan, dan tata bahasa serta memiliki keseragaman
dalam pemakaian (Sugihastuti & Saudah S.,
2016:15). Ragam baku atau ragam ilmiah adalah sarana verbal yang digunakan untuk mengomunikasikan proses kegiatan dan hasil penalaran yang bersifat ilmiah
sesuai dengan kaidah tata
bahasa Indonesia
(Ningsih, S., dkk., 2007:12). Ragam bahasa baku atau ragam ilmiah merupakan hasil rangkaian fakta yang
berupa hasil pemikiran, gagasan,
peristiwa, dan
pendapat (Soeseno, 1993:1).
Ragam bahasa
baku atau ragam ilmiah memiliki sifat kemantapan dinamis yang
berupa kaidah dan aturan yang
tetap dan terdiri dari tiga sifat. Pertama, sifat baku atau standar atau tidak dapat berubah setiap saat. Kedua,
sifat kecendekiaan yang
diwujudkan dalam
kalimat dan
paragraf. Karena
keduanya mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk
akal. Ketiga, sifat keseragaman yang
bermaksud proses penyeragaman
kaidah atau penyeragaman variasi bahasa
(Moeliono dalam Sugihastuti &
Saudah S.,
2016:15-16). Ragam ilmiah adalah bahasa Indonesia yang digunakan
oleh para
cendekiawan
untuk mengomonikasikan
ilmu
pengetahuan (Mukhlish, 2012:9).
Ragam baku atau ragam
ilmiah lebih
banyak
digunakan dalam
penulisan, misalnya artikel,
makalah, penelitian, dan surat
menyurat
(Ningsih, S., dkk., 2007:12).
Jadi ragam bahasa baku atau
ragam ilmiah merupakan ragam formal yang
digunakan dalam tulisan dan lisan
mengikuti
kaidah ragam
baku dari proses
kegiatan, penalaran,
pemikiran, gagasan, dan
pendapat. Karena
mengikuti kaidah ragam baku, maka
ragam ilmiah mempunyai tiga sifat yang meliputi sifat baku atau
standar, kecendekiaan,
dan keseragaman. Contoh penggunaan ragam bahasa
baku atau ragam ilmiah antara
lain seminar penyampaian hasil
penelitian,
skripsi, tesis, artikel penelitian,
surat menyurat dinas,
karangan ilmiah, pidato
kenegaraan
dan
lain-lain.
2. Ciri Ragam Baku
Ciri
ragam baku atau ragam
ilmiah terbagi
menjadi dua, meliputi ciri umum
dan ciri
khusus. Ciri umum ragam baku atau ragam ilmiah
yakni
bahasa yang
digunakan bersifat ilmiah atau sesuai dengan kaidah tata bahasa baku.
Ciri khusus ragam baku
atau
ragam
ilmiah terdiri dari delapan ciri, dengan penjelasan
sebagai
berikut.
Pertama, cendekia yang dimaksudkan bahwa bahasa yang
digunakan dalam penulisan maupun lisan mampu mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Hal ini dapat terlihat dari penyusunan atau pengorganisasian
bahasa secara
sistematis atau runtut. Kedua, lugas dan logis dalam penggunaan bahasa baik lisan maupun tulis serta bermakna harfiah dan tidak bermakna ganda. Ciri logis yang
dimaksud bahwa bahasa yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah sesuai dengan logika atau dapat diterima akal
sehat. Ketiga, jelas menunjukkan bahwa bahasa yang
digunakan memiliki struktur kalimat dan makna yang jelas. Keempat padat dan ringkas
dalam menyampaikan gagasan atau pola pikir yang akan diungkapkan dan tidak menggunakan
kata-kata yang tidak
diperlukan.
Kelima, formal dan objektif yang
mengacu pada fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi, objektif dapat diukur
kebenarannya
secara
terbuka
oleh
umum. Keenam, gagasan
sebagai pangkal tolak dalam
penggunaan ragam baku atau ragam ilmiah yang berorientasi pada gagasan atau pola pikir terkait dengan objektivitas penulis
atau penutur. Ketujuh, penggunaan
istilah teknis berfungsi sebagai wacana
teknis atau sesuai dengan bidang keilmuannya. Kedelapan, konsisten dalam penggunaan
bahasa yang
digunakan dari keseluruhan struktur bahasa dan taat asas (Ningsih, S. dkk.,
2007:12-13).
Ragam baku bahasa Indonesia lisan maupun tulisan memiliki
ciri tiga ragam.
Pertama,
ragam
baku
lisan maupun tulisan
tanpa
melibatkan dialek atau logat yang digunakan dalam situasi resmi. Kedua, ragam baku
lisan maupun tulisan menggunakan ketentuan yang
berlaku dalam pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Ketiga, ragam
baku lisan maupun
tulisan memenuhi fungsi gramatikal
secara eksplisit
dan lengkap (Sugihastuti & Saudah S., 2016:17-18). Ciri ragam baku atau ragam ilmiah dari segi bahasa terdiri dari tiga ciri yang
meliputi ketepatan dan tunggal
makna, jelas dalam mendefinisikan, dan efektif
serta efisien (Brotowidjojo,
2002:23).
Dengan demikian, secara umum ciri ragam baku atau ragam ilmiah yakni bahasa yang digunakan bersifat ilmiah atau sesuai dengan kaidah tata bahasa baku. Hal ini sesuai dengan ciri dari segi bahasa yang meliputi
ketepatan
dan tunggal makna,
jelas
dalam mendefinisikan,
dan efektif serta efisien.
Ciri
khusus ragam
baku atau ragam
ilmiah terdiri dari
delapan ciri yang
meliputi cendekia, logis dan lugas, jelas, padat dan ringkas, formal dan objektif, gagasan atau pola pikir, penggunaan istilah teknis, dan konsisten. Kedelapan
ciri khusus ragam bahasa baku atau
ragam ilmiah yang termasuk
ragam lisan meliputi gagasan disampaikan lugas, jelas tanpa
mengandung
unsur dialek atau logat, lengkap secara
struktur, konsisten terhadap penggunaan diksi, dan pengucapan kalimat yang efektif. Ciri
khusus ragam bahasa baku atau ragam ilmiah yang termasuk ragam tulis meliputi mengikuti
akurat berdasarkan kelogisan informasi atau gagasan yang
dituliskan, ringkas
secara efektif
serta efisien, dan jelas dalam penyampaian, mudah dipahami,
serta tidak menimbulkan pemahaman ganda.
3. Fungsi Ragam Baku
Fungsi
bahasa Indonesia sebagai
ragam
baku atau ragam ilmiah
terdiri dari empat fungsi meliputi fungsi pemersatu dalam hal mempersatukan
bahasa yang beraneka ragam di seluruh nusantara, pemberi kekhasan dalam
hal ini ragam baku atau ragam
ilmiah hanya digunakan
dalam
situasi formal, pembawa kewibawaan bagi penutur maupun penulis,
dan kerangka acuan
yang telah disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan ragam baku
atau
ragam ilmiah
(Sugihastuti & Saudah
S.,
2016:18).
Tugas dan Latihan
1. Jelaskan perkembangan bahasa Indonesia sebelum
dan sesudah kemerdekaan!
2. Apakah yang dimaksud dengan
bahasa?
3. Apa saja sifat-sifat yang
dimiliki bahasa?
4. Sebutkan
fungsi bahasa Indonesia?
5. Apa perbedaan ragam
bahasa dengan ragam baku?
6. Apa sajakah jenis-jenis
ragam bahasa?
7. Jelaskan perbedaan ragam
tulis dan lisan!
8. Sebutkan
ciri
ragam baku tulis!
9. Sebutkan
ciri
ragam baku lisan!
10. Apa saja fungsi ragam
baku?
Post Title :
Modul Kajian Bahasa Indonesia
0 comments
Post a Comment