Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen
BAB
II
KAJIAN
TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN HIPOTESIS
A.
Kajian
Teori
1. Persediaan
a.
Pengertian Persediaan
Persediaan dalam konteks produksi dapat
diartikan sebagai sumber daya menganggur atau idle resource. Sumber daya
menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Yang
dimaksud dengan proses lebih lanjut dapat berupa kegiatan produksi seperti
dijumpai pada sistem manufaktur; kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada
sistem distribusi; ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga.
Keberadaan persediaan atau sumber daya
menganggur dalam suatu sistem mempunyai tujuan tertentu. Alasan utamanya karena
sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika sumber daya tersebut
dibutuhkan, sehingga untuk menjamin tersedianya sumber daya tersebut perlu
adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan.
Buffa (1997:241-244) mengemukakan bahwa persediaan adalah sumber
daya dan dana yang menganggur atau idle resource. Oleh karena itu,
persediaan harus dikendalikan dengan baik, untuk menjaga kontinuitas dalam
proses produksi yang menyangkut sejumlah biaya-biaya yang terikat pada persediaan
tersebut. Walaupun begitu, persediaan bahan dan barang perlu ada karena selain
dibeli dari luar perusahaan yang tentu saja tidak setiap waktu dibeli dengan
mudah, juga untuk menjamin kontinuitas produksi. Jadi penyediaan bahan itu
harus ada, tetapi sifat kegiatan itu haruslah dengan tujuan untuk menghasilkan
kegunaan yang lain. Hal itu disebabkan, untuk dapat mengadakan persediaan,
diperlukan sejumlah biaya yang berarti ada sejumlah uang yang terikat sebagai
barang persediaan.
Handoko (2000:333) mengatakan persediaan adalah segala sesuatu atau
sumber-sumber daya dari sumber organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan.
Schroeder (1995:4) berpendapat persediaan adalah stok bahan yang digunakan
untuk memudahkan produksi atau untuk memuaskan permintaan pelanggan. Sedangkan
menurut Rangkuti (2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam
pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu
penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Chase (1997:546) mengemukakan bahwa persediaan adalah stock
dari beberapa item atau sumber daya yang digunakan dalam suatu organisasi
atau perusahaan. Persediaan meliputi (a) raw materials (bahan mentah),
(b) finished products (produk akhir/barang jadi), (c) component
parts/supplies (bahan-bahan pembantu/pelengkap atau komponen-komponen
lain), dan (d) work in process (barang dalam proses).
Beberapa penulis mendefinisikan persediaan
sebagai suatu sumber daya yang menganggur dari berbagai jenis yang memiliki
nilai ekonomis yang potensial. Definisi ini memungkinkan seseorang untuk
menganggap peralatan atau pekerja-pekerja yang menganggur sebagai persediaan,
tetapi kita menganggap semua sumber daya yang menganggur selain daripada bahan
sebagai kapasitas.
b.
Fungsi Persediaan
Adapun fungsi-fungsi persediaan menurut Tampubolon dalam Jani (2004:15-16) yaitu:
1)
Fungsi Decoupling
Merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan persediaan decouple,
dengan mengadakan pengelompokan operasional secara terpisah-pisah.
2)
Fungsi Economic Lot Sizing
Fungsi economic lot sizing adalah fungsi perusahaan untuk mengadakan
penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan pertimbangan adanya diskon
atas pembelian bahan, diskon atas kualitas untuk dipergunakan dalam proses
konversi, serta didukung kapasitas gudang yang memadai.
3)
Fungsi Antisipasi
Merupakan pinyampanan persediaan bahan yang fungsinya untuk penyelamatan
jika sampai terjadi keterlambatan datangnya pesenan bahan dari pemasok atau
laveransir. Tujuan utama adalah untuk menjaga proses konversi agar tetap
berjalan dengan lancar.
Stevenson dalam Jani (2014:16) mengemukakan
fungsi persediaan adalah
sebagai berikut.
1)
Untuk memenuhi permintaan pelanggan yang diperkirakan
2)
Untuk memperlancar persyaratan produksi
3)
Untuk memisahkan operasi
4)
Untuk perlindungan terhadap kehabisan persediaan
5)
Untuk mengambil keuntungan dari siklus pesanan
6)
Untuk melindungi dari peningkatan harga
7)
Untuk memungkinkan operasi
8)
Untuk mengambil keuntungan dari diskon kuantitas
Fungsi persediaan penting artinya dalam upaya
meningkatkan operasi perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun
operasi eksternal. Persediaan dalam sebuah perusahaan memiliki berbagai fungsi
karena jika perusahaan mengalami kekurangan barang persediaan, maka akan
berakibat pada hal-hal seperti tertundanya proses produksi, tertundanya
penjualan sehingga akan menghambat perolehan laba atau keuntungan. Kehilangan
penjualan berarti kehilangan konsumen, sedangkan pelanggan merupakan aset
penting agar usaha dapat berjalan dengan lancar. Tidak memiliki pelanggan atau
kehilangan pelanggan maka kehilangan pula kesempatan untuk mendapatkan laba.
c.
Jenis Persediaan
Untuk menjalankan fungsi persediaan,
perusahaan-perusahaan umumnya menjaga adanya empat jenis persediaan. Keempat
jenis persediaan itu antara lain sebagai berikut.
1)
Persediaan Bahan Baku
Persediaan bahan baku dibeli dalam keadaan
belum diproses. Persediaan ini digunakan secara terpisah pasokannya dari proses
produksi. Dalam penanganan persediaan bahan baku, umumnya pendekatan yang lebih
disukai adalah menghilangkan perbedaan dari pemasoknya dalam kualitas,
kuantitas, atau waktu diberinya, sehingga tidak perlu dipisah-pisahkan.
2)
Persediaan barang dalam proses atau Work-in-Process
(WIP)
Adalah komponen-komponen atau bahan baku yang
sedang dalam proses pengerjaan, tetapi belum selesai. WIP ada karena dari waktu
yang telah digunakan dalam proses, yang berkaitan dengan produk dalam
pembuatannya, disebut waktu siklus atau cycle
time.
3) Maintenance/Repair/Operating supplies (MROs)
Adalah mencurahkan untuk perlengkapan MRO
yang dibutuhkan, agar dapat terjaga mesin-mesin dan proses dapat produktif.
MROs ini ada karena terdapatnya kebutuhan dan waktu untuk perawatan dan
perbaikan dari peralatan, adalah tidak dapat diketahui.
4)
Persediaan Barang Jadi
Adalah produk yang sudah selesai diproses dan
menunggu pengiriman. Barang jadi dibuat persediaan karena permintaan dari para
pelanggan pada masa depan adalah tidak dapat diketahui. (Assauri, 2016:227-228)
d. Biaya Persediaan
Siswanto dalam
Ramadhan (2007:122) mengemukakan biaya-biaya yang digunakan dalam analisis persediaan, antara lain sebagai berikut.
1)
Biaya Pesan (Ordering Cost)
Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pesanan suatu barang.
Biaya-biaya pembuatan surat, telepon, fax, dan biaya-biaya overhead
lainnya yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan
barang adalah contoh biaya pesan.
2)
Biaya Simpan (Carrying Cost atau Holding Cost)
Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang. Sewa
gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain
yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang adalah contoh
biaya simpan. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya yang tetap muncul
meskipun persediaan tidak ada, adalah bukan termasuk dalam kategori biaya
simpan.
3)
Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak
tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian karena mesin
berhenti atau karyawan tidak bekerja. Peluang yang hilang untuk memperoleh
keuntungan.
4)
Biaya Pembelian (Purchase Cost)
Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana
biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya
yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian persediaan.
2. Pengendalian Persediaan Bahan Baku
a. Pengertian Pengendalian
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan
suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi daripada persediaan bahan
baku dan barang hasil produksi sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran
produksi dengan efektif dan efisien (Assauri,2016 :226).
Semakin tidak efisien pengendalian persediaan
semakin besar tingkat persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Oleh
karena itu perlu dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat
persediaan, dalam pengendalian persediaan (Hasnan, 1993 : 159).
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan
pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan
harus diadakan (Herjanto, 1999 : 219)
b.
Tujuan Pengendalian
Tujuan pengendalian persediaan secara terinci
dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk (Assauri dalam
Ramadhan 2014:20-21):
1)
menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan
persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi;
2)
menjaga agar supaya pembentukan persediaan
oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan; dan
3)
menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan
dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan terlalu besar. Dari
keterangan diatas dapatlah dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk
memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang
yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk
keuntungan atau kepentingan perusahaaan.
3.
Model EOQ (Economic Order Quantity)
a.
Pengertian EOQ
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk
menentukan kebijakan penyediaan bahan dasar yang tepat, dalam arti tidak
mengganggu proses produksi dan biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi.
Untuk keperluan itu, terdapat suatu metode yang disebut EOQ (Economic Order
Quantity).
Heizer dan Render (2010:92)
menerangkan bahwa EOQ merupakan sebuah teknik kontrol persediaan yang
meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan. Pun demikian
berdasarkan paparan Nafarin (2004:84) mengungkapkan bahwa kualitas barang yang
dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah
pembelian yang optimal.
Metode EOQ atau pembelian bahan baku dan suku
cadang yang optimal sesuai yang diutarakan Slamet (2007:70)
dapat diartikan diartikan sebagai kuantitas bahan baku dan suku cadangnya yang
dapat diperoleh melalui pembelian jumlah pembelian dengan mengeluarkan biaya
minimal tetapi tidak berakibat pada kekurangan dan kelebihan bahan baku dan
suku cadangnya.
b.
Model Kuantitas Pemesanan Ekonomis
Model ini merupakan model yang umum digunakan
sebagai teknik pengendalian persediaan. Teknik ini secara relatif mudah
digunakan, akan tetapi penerapannya harus didasarkan pada beberapa asumsi,
yaitu:
1)
permintaan akan suatu item telah diketahui
jumlah unitnya dan bersifat konstan, dan permintaan ini adalah independen atas
permintaan untuk item-item yang lain.
2)
waktu antara pesanan dan datangnya barang, lead time adalah tetap.
3)
penerimaan persediaan adalah seketika dan
lengkap, dengan kata lain persediaan dari satu pesanan datang dalam batch pada satu waktu.
4)
diskon kuantitas tidak mungkin atau tidak ada.
5)
hanya ada biaya variabel, yaitu biaya
penempatan pesanan (yang terdiri dari biaya penyiapan dan biaya pemesanan), dan
biaya memegang stok atau biaya penyimpanan (yaitu holding atau carrying cost).
6)
kekurangan stock atau tidak tersedianya
persediaan dapat dihindari jika pesanan dilakukan tepat waktu. (Assauri,
2016:230-231)
c.
Frekuensi Pembelian
Pada dasarnya metode EOQ mengacu pada
pembelian dengan jumlah yang sama dalam setiap kali melakukan pemesanan. Maka
dari itu, jumlah pembelian dapat diketahui dengan cara membagi kebutuhan dalam
satu tahun dengan jumlah pembelian setiap kali melakukan pemesanan. Frekuensi
pemesanan seuai yang diutarakan Deanta (2012:40) dapat diformulasikan sebagai berikut :

Keterangan :
I = frekuensi pembelian dalam satu tahun
D = jumlah kebutuhan bahan baku selama satu
tahun
EOQ = jumlah pembelian bahan sekali pesan
d.
Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Perusahaan dalam melakukan pemesanan suatu
barang sampai barang datang memerlukan jangka waktu yang bisa berbeda-beda
setiap bulannya. Hal ini sering disebut dengan lead time. Lead time yang
diungkapkan Slamet (2007:71), yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak
dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan. Cara untuk
mengetahui seberapa lamanya lead time biasanya diketahui dari lead
time pada pemesanan-pemesanan sebelumnya. Kebiasaan para levaransir menyerahkan
bahan baku yang akan dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering
terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila
biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang besar.
Berdasarkan uraian Nafarin (2004:87) persediaan
pengaman (safety stock) adalah persediaan inti dari bahan yang
harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan usaha. Persediaan pengaman
tidak boleh dipakai kecuali dalam keadaan darurat, seperti keadaan bencana
alam, alat pengangkut bahan kecelakaan, bahan dipasaran dalam keadaan kosong
karena huru hara, dan lain-lain. Persediaan pengaman bersifat permanen, karena
itu persediaan bahan baku minimal (persediaan pengaman) termasuk kelompok
aktiva. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock bahan
baku, antara lain sebagai berikut.
1)
Kebiasaan para leveransir menyerahkan bahan baku yang dipesan apakah tepat
waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu safety stock yang
besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang
besar;
2)
Besar kecilnya bahan baku yang dibeli setiap saat. Bila bahan baku yang
dibeli setiap saat jumlahnya besar, maka tidak perlu safety stock;
3)
Kemudahan menduga bahan baku yang diperlukan. Semakin mudah menduga bahan
baku yang diperlukan maka semakin kecil safety stock; dan
4)
Hubungan biaya penyimpanan (carrying stock) dengan biaya ekstra
kekurangan persediaan (stockout cost). Stockout stock seperti
biaya pesanan darurat, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan karena tidak
terpenuhinya pesanan, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi, dan
lain-lain. Apabila stockout cost lebih besar dari carrying cost , maka
perlu safety stock yang besar.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat
disimpulkan bahawa safety stock adalah persediaan bahan minimum yang harus
dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga terjadinya keterlambatan agar tidak
mengganggu kelancaran produksi. Berdasarkan paparan Slamet (2007:161) untuk
menghitung besarnya safety stock dapat menggunakan metode perbedaan
pemakaian maksimum dan rata-rata. Dapat diformulasikan sebagai berikut:
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-rata) x Lead
Time
e.
Titik Pemesanan Kembali atau Reorder Point (ROP)
Reorder Point memperhatikan pada persediaan yang tersisa
digudang baru kemudian dilakukan pemesanan kembali. Hal ini dikarenakan adanya
jangka waktu tunggu diantara pemesanan dengan datangnya pesanan, oleh karena
itu pemakaian bahan selama pemesanan harus diperhitungkan. Pendapat dari Slamet (2007:161)
didasarkan pada besarnya penggunaan bahan selama bahan dipakai dan besarnya safety
stock. Besarnya penggunaan bahan selama waktu pemesanan merupakan
perkalian antara lamanya waktu pemesanan dan penggunaan rata-rata. Pemesanan
dapat dilakukan dengan cara menunggu sampai persediaan mencapai jumlah
tertentu. Dengan demikian jumlah barang yang dipesan relatif tetapi interval
waktu tidak sama. Atau pemesanan dilakukan dengan waktu yang tetap tetapi
jumlah pesanan berubah-ubah sesuai dengan tingkat persediaan yang ada. Reorder
Point berdasarkan paparan Slamet dalam Fajrin (2007:72) diformulasikan sebagai berikut:
Reorder Point = ( LD x AU ) + SS
Keterangan:
LD = Lead time atau waktu tunggu
AU = Average unit atau rata-rata
pemakaian selama satuan waktu tunggu
SS = Safety stock atau persediaan
pengaman
Adapun faktor yang mempengaruhi titik
pemesanan kembali (reorder point) yang telah diungkapkan Slamet (2007:71)
adalah sebagai berikut.
1)
Lead time, yaitu
jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya
bahan baku yang dipesan.
2)
Stock out cost,
yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena keterlambatan datangnya
bahan baku dan suku cadangnya.
3)
Extra carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena bahan baku dan suku
cadangnya datang terlalu awal.
f.
Total Biaya Persediaan atau Total Inventory
Cost (TIC)
Dalam perhitungan biaya total persediaan,
bertujuan untuk membuktikan bahwa dengan terdapatnya jumlah pembelian bahan
baku yang optimal, yang dihitung dengan metode EOQ akan dicapai biaya total
persediaan baku yang minimal. Total Inventory Cost (TIC) sesuai dengan yang
telah dipaparkan oleh Buffa (1991:270) dapat diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan :
D = jumlah kebutuhan barang dalam unit
S = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = biaya penyimpanan
g.
Penentuan EOQ (Economic Order Quantity)
Adapun penentuan jumlah pesanan ekonomis
(EOQ) ada 3 cara menurut Assauri dalam
Ramadhan (2014:23-24), yaitu sebagai berikut.
1)
Tabular Approach
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan Tabular approach dilakukan
dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya
per tahun.
2)
Graphical Approach
Penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan cara “Graphical approach”
dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying costs dan total
costs dalam satu gambar, dimana sumbu horisontal jumlah pesanan (order)
pertahun, sumbu vertical besarnya biaya dari ordering costs, carrying
costs dan total costs,

3)
Dengan menggunakan rumus (formula approach)
Cara penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan menurunkan didalam rumus-rumus
matematika dapat dilakukan dengan cara memperhatikan bahwa jumlah biaya
persediaan yang minimum terdapat, jika ordering costs sama dengan carrying
costs.
B. Tinjauan
Pustaka
Analisis tentang pengendalian bahan baku
telah banyak dilakukan sebelumnya. Berbagai model digunakan untuk menganalisis
dan meningkatkan optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimalisasi
biaya persediaan. Penelitian tersebut
diantaranya dilakukan oleh Malik (2013), Ramadhan (2014), dan Fajrin (2015).
Malik (2013)
melakukan penelitian dengan judul Analisis Persediaan Bahan Baku Kertas menggunakan
Metode Eoq (Economic Order Quantity) pada Harian
Tribun Timur Makassar. Hasil penelitiannya menyatakan penerapan metode EOQ pada perusahaan
menghasilkan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan metode yang selama
ini diterapkan olehperusahaan.
Ramadhan (2014)
melakukan penelitian dengan judul Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Menggunakan Metode EOQ (Economic Order Quantity) pada
CV. Sulawesi Trans Mandiri. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa penerapan
metode EOQ dapat mengoptimalkan biaya persediaan, baik biaya pesanan
maupun biaya penyimpanan. Bila diterapkan metode EOQ, maka terdapat penghematan
total biaya persediaan.
Fajrin (2015) melakukan
penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Pesediaan Bahan Baku
Dengan Menggunakan Metode Economic
Order Quantity (EOQ) pada
Perusahaan Roti Bonansa. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penetapan kebijakan pengendalian bahan
baku menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) lebih optimal dan
lebih efisien daripada penetapan pengendalian bahan baku dengan metode
konvensional yang ditetapkan perusahaan. Hal itu dapat dibuktikan dengan
terdapatnya pembelian bahan baku yang optimal dan penghematan Total
Inventory Cost (TIC).
C.
Hipotesis
![]() |
X: Model
EOQ
Y: Penentuan
Persediaan Bahan Baku
Heizer
dan Render (2010:92) menerangkan bahwa EOQ merupakan sebuah
teknik kontrol persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan
penyimpanan.
Pengendalian
persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan
komposisi daripada persediaan bahan baku dan barang hasil produksi sehingga
perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dengan
efektif dan efisien (Assauri,2016 :226).
Berdasarkan
penjelasan dan kerangka pikir tersebut menunjukkan bahwa variabel independen
(X) yaitu Model EOQ dapat memberikan pengaruh pada variabel dependen (Y) yaitu Penentuan
Persediaan Bahan Baku. Dengan
demikian dapat dibuat hipotesis
bahwa pengendalian
persediaan bahan baku menggunakan model EOQ dapat meminimalkan biaya
persediaan.
Post Title :
Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen
0 comments
Post a Comment