Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen

asd

BAB II
KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN HIPOTESIS

A.    Kajian Teori
1.      Persediaan
a.       Pengertian Persediaan
Persediaan dalam konteks produksi dapat diartikan sebagai sumber daya menganggur atau idle resource. Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur; kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi; ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga.
Keberadaan persediaan atau sumber daya menganggur dalam suatu sistem mempunyai tujuan tertentu. Alasan utamanya karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan, sehingga untuk menjamin tersedianya sumber daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan.
Buffa (1997:241-244) mengemukakan bahwa persediaan adalah sumber daya dan dana yang menganggur atau idle resource. Oleh karena itu, persediaan harus dikendalikan dengan baik, untuk menjaga kontinuitas dalam proses produksi yang menyangkut sejumlah biaya-biaya yang terikat pada persediaan tersebut. Walaupun begitu, persediaan bahan dan barang perlu ada karena selain dibeli dari luar perusahaan yang tentu saja tidak setiap waktu dibeli dengan mudah, juga untuk menjamin kontinuitas produksi. Jadi penyediaan bahan itu harus ada, tetapi sifat kegiatan itu haruslah dengan tujuan untuk menghasilkan kegunaan yang lain. Hal itu disebabkan, untuk dapat mengadakan persediaan, diperlukan sejumlah biaya yang berarti ada sejumlah uang yang terikat sebagai barang persediaan.
Handoko (2000:333) mengatakan persediaan adalah segala sesuatu atau sumber-sumber daya dari sumber organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.
Schroeder (1995:4) berpendapat persediaan adalah stok bahan yang digunakan untuk memudahkan produksi atau untuk memuaskan permintaan pelanggan. Sedangkan menurut Rangkuti (2004:1) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Chase (1997:546) mengemukakan bahwa persediaan adalah stock dari beberapa item atau sumber daya yang digunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Persediaan meliputi (a) raw materials (bahan mentah), (b) finished products (produk akhir/barang jadi), (c) component parts/supplies (bahan-bahan pembantu/pelengkap atau komponen-komponen lain), dan (d) work in process (barang dalam proses).
Beberapa penulis mendefinisikan persediaan sebagai suatu sumber daya yang menganggur dari berbagai jenis yang memiliki nilai ekonomis yang potensial. Definisi ini memungkinkan seseorang untuk menganggap peralatan atau pekerja-pekerja yang menganggur sebagai persediaan, tetapi kita menganggap semua sumber daya yang menganggur selain daripada bahan sebagai kapasitas.
b.      Fungsi Persediaan
Adapun fungsi-fungsi persediaan menurut Tampubolon dalam Jani (2004:15-16) yaitu:
1)      Fungsi Decoupling
Merupakan fungsi perusahaan untuk mengadakan persediaan decouple, dengan mengadakan pengelompokan operasional secara terpisah-pisah.
2)      Fungsi Economic Lot Sizing
Fungsi economic lot sizing adalah fungsi perusahaan untuk mengadakan penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan pertimbangan adanya diskon atas pembelian bahan, diskon atas kualitas untuk dipergunakan dalam proses konversi, serta didukung kapasitas gudang yang memadai.
3)      Fungsi Antisipasi
Merupakan pinyampanan persediaan bahan yang fungsinya untuk penyelamatan jika sampai terjadi keterlambatan datangnya pesenan bahan dari pemasok atau laveransir. Tujuan utama adalah untuk menjaga proses konversi agar tetap berjalan dengan lancar.
Stevenson dalam Jani (2014:16) mengemukakan fungsi persediaan adalah sebagai berikut.  
1)      Untuk memenuhi permintaan pelanggan yang diperkirakan
2)      Untuk memperlancar persyaratan produksi
3)      Untuk memisahkan operasi
4)      Untuk perlindungan terhadap kehabisan persediaan
5)      Untuk mengambil keuntungan dari siklus pesanan
6)      Untuk melindungi dari peningkatan harga
7)      Untuk memungkinkan operasi
8)      Untuk mengambil keuntungan dari diskon kuantitas
Fungsi persediaan penting artinya dalam upaya meningkatkan operasi perusahaan, baik yang berupa operasi internal maupun operasi eksternal. Persediaan dalam sebuah perusahaan memiliki berbagai fungsi karena jika perusahaan mengalami kekurangan barang persediaan, maka akan berakibat pada hal-hal seperti tertundanya proses produksi, tertundanya penjualan sehingga akan menghambat perolehan laba atau keuntungan. Kehilangan penjualan berarti kehilangan konsumen, sedangkan pelanggan merupakan aset penting agar usaha dapat berjalan dengan lancar. Tidak memiliki pelanggan atau kehilangan pelanggan maka kehilangan pula kesempatan untuk mendapatkan laba.
c.       Jenis Persediaan
Untuk menjalankan fungsi persediaan, perusahaan-perusahaan umumnya menjaga adanya empat jenis persediaan. Keempat jenis persediaan itu antara lain sebagai berikut.
1)      Persediaan Bahan Baku
Persediaan bahan baku dibeli dalam keadaan belum diproses. Persediaan ini digunakan secara terpisah pasokannya dari proses produksi. Dalam penanganan persediaan bahan baku, umumnya pendekatan yang lebih disukai adalah menghilangkan perbedaan dari pemasoknya dalam kualitas, kuantitas, atau waktu diberinya, sehingga tidak perlu dipisah-pisahkan.
2)      Persediaan barang dalam proses atau Work-in-Process (WIP)
Adalah komponen-komponen atau bahan baku yang sedang dalam proses pengerjaan, tetapi belum selesai. WIP ada karena dari waktu yang telah digunakan dalam proses, yang berkaitan dengan produk dalam pembuatannya, disebut waktu siklus atau cycle time.
3)      Maintenance/Repair/Operating supplies (MROs)
Adalah mencurahkan untuk perlengkapan MRO yang dibutuhkan, agar dapat terjaga mesin-mesin dan proses dapat produktif. MROs ini ada karena terdapatnya kebutuhan dan waktu untuk perawatan dan perbaikan dari peralatan, adalah tidak dapat diketahui.
4)      Persediaan Barang Jadi
Adalah produk yang sudah selesai diproses dan menunggu pengiriman. Barang jadi dibuat persediaan karena permintaan dari para pelanggan pada masa depan adalah tidak dapat diketahui. (Assauri, 2016:227-228)
d.      Biaya Persediaan
 Siswanto dalam Ramadhan (2007:122) mengemukakan biaya-biaya yang digunakan dalam analisis persediaan, antara lain sebagai berikut.
1)      Biaya Pesan (Ordering Cost)
Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pesanan suatu barang. Biaya-biaya pembuatan surat, telepon, fax, dan biaya-biaya overhead lainnya yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan barang adalah contoh biaya pesan.
2)      Biaya Simpan (Carrying Cost atau Holding Cost)
Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang. Sewa gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang adalah contoh biaya simpan. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya yang tetap muncul meskipun persediaan tidak ada, adalah bukan termasuk dalam kategori biaya simpan.
3)      Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian karena mesin berhenti atau karyawan tidak bekerja. Peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan.
4)      Biaya Pembelian (Purchase Cost)
Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian persediaan.
2.      Pengendalian Persediaan Bahan Baku
a.       Pengertian Pengendalian
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi daripada persediaan bahan baku dan barang hasil produksi sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dengan efektif dan efisien (Assauri,2016 :226).
Semakin tidak efisien pengendalian persediaan semakin besar tingkat persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat persediaan, dalam pengendalian persediaan (Hasnan, 1993 : 159).
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan (Herjanto, 1999 : 219)
b.      Tujuan Pengendalian
Tujuan pengendalian persediaan secara terinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk (Assauri dalam Ramadhan 2014:20-21):
1)      menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi;
2)      menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan; dan
3)      menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan terlalu besar. Dari keterangan diatas dapatlah dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaaan.
3.      Model EOQ (Economic Order Quantity)
a.       Pengertian EOQ
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk menentukan kebijakan penyediaan bahan dasar yang tepat, dalam arti tidak mengganggu proses produksi dan biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi. Untuk keperluan itu, terdapat suatu metode yang disebut EOQ (Economic Order Quantity).
Heizer dan Render (2010:92) menerangkan bahwa EOQ merupakan sebuah teknik kontrol persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan. Pun demikian berdasarkan paparan Nafarin (2004:84) mengungkapkan bahwa kualitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Metode EOQ atau pembelian bahan baku dan suku cadang yang optimal sesuai yang diutarakan Slamet (2007:70) dapat diartikan diartikan sebagai kuantitas bahan baku dan suku cadangnya yang dapat diperoleh melalui pembelian jumlah pembelian dengan mengeluarkan biaya minimal tetapi tidak berakibat pada kekurangan dan kelebihan bahan baku dan suku cadangnya.
b.      Model Kuantitas Pemesanan Ekonomis
Model ini merupakan model yang umum digunakan sebagai teknik pengendalian persediaan. Teknik ini secara relatif mudah digunakan, akan tetapi penerapannya harus didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:
1)      permintaan akan suatu item telah diketahui jumlah unitnya dan bersifat konstan, dan permintaan ini adalah independen atas permintaan untuk item-item yang lain.
2)      waktu antara pesanan dan datangnya barang, lead time adalah tetap.
3)      penerimaan persediaan adalah seketika dan lengkap, dengan kata lain persediaan dari satu pesanan datang dalam batch pada satu waktu.
4)      diskon kuantitas tidak mungkin atau tidak ada.
5)      hanya ada biaya variabel, yaitu biaya penempatan pesanan (yang terdiri dari biaya penyiapan dan biaya pemesanan), dan biaya memegang stok atau biaya penyimpanan (yaitu holding atau carrying cost).
6)      kekurangan stock atau tidak tersedianya persediaan dapat dihindari jika pesanan dilakukan tepat waktu. (Assauri, 2016:230-231)
c.       Frekuensi Pembelian
Pada dasarnya metode EOQ mengacu pada pembelian dengan jumlah yang sama dalam setiap kali melakukan pemesanan. Maka dari itu, jumlah pembelian dapat diketahui dengan cara membagi kebutuhan dalam satu tahun dengan jumlah pembelian setiap kali melakukan pemesanan. Frekuensi pemesanan seuai yang diutarakan Deanta (2012:40) dapat diformulasikan sebagai berikut :
Keterangan  :
I                  = frekuensi pembelian dalam satu tahun
D                 = jumlah kebutuhan bahan baku selama satu tahun
EOQ           = jumlah pembelian bahan sekali pesan
d.      Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Perusahaan dalam melakukan pemesanan suatu barang sampai barang datang memerlukan jangka waktu yang bisa berbeda-beda setiap bulannya. Hal ini sering disebut dengan lead time. Lead time yang diungkapkan Slamet (2007:71), yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan. Cara untuk mengetahui seberapa lamanya lead time biasanya diketahui dari lead time pada pemesanan-pemesanan sebelumnya. Kebiasaan para levaransir menyerahkan bahan baku yang akan dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang besar.
Berdasarkan uraian Nafarin (2004:87) persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan inti dari bahan yang harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan usaha. Persediaan pengaman tidak boleh dipakai kecuali dalam keadaan darurat, seperti keadaan bencana alam, alat pengangkut bahan kecelakaan, bahan dipasaran dalam keadaan kosong karena huru hara, dan lain-lain. Persediaan pengaman bersifat permanen, karena itu persediaan bahan baku minimal (persediaan pengaman) termasuk kelompok aktiva. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock bahan baku, antara lain sebagai berikut.
1)      Kebiasaan para leveransir menyerahkan bahan baku yang dipesan apakah tepat waktu atau terlambat. Bila sering terlambat berarti perlu safety stock yang besar, sebaliknya bila biasanya tepat waktu maka tidak perlu safety stock yang besar;
2)      Besar kecilnya bahan baku yang dibeli setiap saat. Bila bahan baku yang dibeli setiap saat jumlahnya besar, maka tidak perlu safety stock;
3)      Kemudahan menduga bahan baku yang diperlukan. Semakin mudah menduga bahan baku yang diperlukan maka semakin kecil safety stock; dan
4)      Hubungan biaya penyimpanan (carrying stock) dengan biaya ekstra kekurangan persediaan (stockout cost). Stockout stock seperti biaya pesanan darurat, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan karena tidak terpenuhinya pesanan, kemungkinan kerugian karena adanya stagnasi produksi, dan lain-lain. Apabila stockout cost lebih besar dari carrying cost , maka perlu safety stock yang besar.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahawa safety stock adalah persediaan bahan minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga terjadinya keterlambatan agar tidak mengganggu kelancaran produksi. Berdasarkan paparan Slamet (2007:161) untuk menghitung besarnya safety stock dapat menggunakan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata. Dapat diformulasikan sebagai berikut:
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-rata) x Lead Time
e.       Titik Pemesanan Kembali atau Reorder Point (ROP)
Reorder Point memperhatikan pada persediaan yang tersisa digudang baru kemudian dilakukan pemesanan kembali. Hal ini dikarenakan adanya jangka waktu tunggu diantara pemesanan dengan datangnya pesanan, oleh karena itu pemakaian bahan selama pemesanan harus diperhitungkan. Pendapat dari Slamet (2007:161) didasarkan pada besarnya penggunaan bahan selama bahan dipakai dan besarnya safety stock. Besarnya penggunaan bahan selama waktu pemesanan merupakan perkalian antara lamanya waktu pemesanan dan penggunaan rata-rata. Pemesanan dapat dilakukan dengan cara menunggu sampai persediaan mencapai jumlah tertentu. Dengan demikian jumlah barang yang dipesan relatif tetapi interval waktu tidak sama. Atau pemesanan dilakukan dengan waktu yang tetap tetapi jumlah pesanan berubah-ubah sesuai dengan tingkat persediaan yang ada. Reorder Point berdasarkan paparan Slamet dalam Fajrin (2007:72) diformulasikan sebagai berikut:
 Reorder Point = ( LD x AU ) + SS
Keterangan:
LD = Lead time atau waktu tunggu
AU = Average unit atau rata-rata pemakaian selama satuan waktu tunggu
SS = Safety stock atau persediaan pengaman
Adapun faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali (reorder point) yang telah diungkapkan Slamet (2007:71) adalah sebagai berikut.
1)      Lead time, yaitu jangka waktu yang diperlukan sejak dilakukan pemesanan sampai saat datangnya bahan baku yang dipesan.
2)      Stock out cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena keterlambatan datangnya bahan baku dan suku cadangnya.
3)      Extra carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terpaksa dikeluarkan karena bahan baku dan suku cadangnya datang terlalu awal.
f.        Total Biaya Persediaan atau Total Inventory Cost (TIC)
Dalam perhitungan biaya total persediaan, bertujuan untuk membuktikan bahwa dengan terdapatnya jumlah pembelian bahan baku yang optimal, yang dihitung dengan metode EOQ akan dicapai biaya total persediaan baku yang minimal. Total Inventory Cost (TIC) sesuai dengan yang telah dipaparkan oleh Buffa (1991:270) dapat diformulasikan sebagai berikut:
 
Keterangan :
D = jumlah kebutuhan barang dalam unit
S = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = biaya penyimpanan
g.      Penentuan EOQ (Economic Order Quantity)
Adapun penentuan jumlah pesanan ekonomis (EOQ) ada 3 cara menurut Assauri dalam Ramadhan (2014:23-24), yaitu sebagai berikut.
1)      Tabular Approach
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan Tabular approach dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun.
2)      Graphical Approach
Penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan cara “Graphical approach” dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying costs dan total costs dalam satu gambar, dimana sumbu horisontal jumlah pesanan (order) pertahun, sumbu vertical besarnya biaya dari ordering costs, carrying costs dan total costs,
 
3)      Dengan menggunakan rumus (formula approach)
Cara penentuan jumlah pesanan ekonomis dengan menurunkan didalam rumus-rumus matematika dapat dilakukan dengan cara memperhatikan bahwa jumlah biaya persediaan yang minimum terdapat, jika ordering costs sama dengan carrying costs.
B.     Tinjauan Pustaka
Analisis tentang pengendalian bahan baku telah banyak dilakukan sebelumnya. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimalisasi biaya persediaan. Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Malik (2013), Ramadhan (2014), dan Fajrin (2015).
Malik (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Persediaan Bahan Baku Kertas menggunakan Metode Eoq (Economic Order Quantity) pada Harian Tribun Timur Makassar. Hasil penelitiannya menyatakan penerapan metode EOQ pada perusahaan menghasilkan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan metode yang selama ini diterapkan olehperusahaan.
Ramadhan (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Menggunakan Metode EOQ (Economic Order Quantity) pada CV. Sulawesi Trans Mandiri. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa penerapan metode EOQ dapat mengoptimalkan biaya persediaan, baik biaya pesanan maupun biaya penyimpanan. Bila diterapkan metode EOQ, maka terdapat penghematan total biaya persediaan.
Fajrin (2015) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Pesediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada Perusahaan Roti Bonansa. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa  penetapan kebijakan pengendalian bahan baku menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) lebih optimal dan lebih efisien daripada penetapan pengendalian bahan baku dengan metode konvensional yang ditetapkan perusahaan. Hal itu dapat dibuktikan dengan terdapatnya pembelian bahan baku yang optimal dan penghematan Total Inventory Cost (TIC).
C.    Hipotesis
 


X:  Model EOQ
Y: Penentuan Persediaan Bahan Baku
Heizer dan Render (2010:92) menerangkan bahwa EOQ merupakan sebuah teknik kontrol persediaan yang meminimalkan biaya total dari pemesanan dan penyimpanan. 
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi daripada persediaan bahan baku dan barang hasil produksi sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dengan efektif dan efisien (Assauri,2016 :226).
Berdasarkan penjelasan dan kerangka pikir tersebut menunjukkan bahwa variabel independen (X) yaitu Model EOQ dapat memberikan pengaruh pada variabel dependen (Y) yaitu Penentuan Persediaan Bahan Baku. Dengan demikian dapat dibuat hipotesis bahwa pengendalian persediaan bahan baku menggunakan model EOQ dapat meminimalkan biaya persediaan.

Post Title : Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen

Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen,

Contoh 01 BAB 2 Prodi Manajemen

0 comments

Post a Comment

Powered by Blogger.

Categories

Label

ab 123 (2) agakara (1) Agribisnis (9) AIK (4) bab 1 pendahuluan (1) bab 3 dalam penelitian (1) bab 3 dalam proposal (1) Bahasa Indonesia (5) Bahasa Jawa (1) budidaya (1) bunga mawar (2) cabai hijau (1) cabai rawit (1) cabe hijau (1) cabe rawit (1) cara membuat proposal (1) cara membuat skripsi (1) cara tanam (1) cilantro (1) contoh bab 123 proposal (1) contoh bab 123 skripsi (2) contoh bab 2 dalam KTI (1) contoh bab 2 dalam makalah (1) contoh bab 2 dalam proposal (1) contoh bab 2 dalam skripsi (1) contoh bab 2 landasan teori (1) contoh bab 3 metode penelitian (1) contoh proposal (1) contoh skripsi (1) coriander (1) filsafat (1) geografi (1) hipotesis (1) IPA (1) ips (1) ÏPS (2) jenis sayuran (5) jurnal teori konflik (1) kajian kritis (1) kajian teori (1) kampus (1) karya ilmiah (1) Kewarganegaraan (1) Kewirausahaan (2) kkn (1) konflik pekerjaan keluarga (1) konsep dasar geografi (1) kualitatif (1) Kuisoner (2) labu duri (1) labu ular (1) latihan kata (1) Local Business (1) lombok hijau (1) magang (1) makalah (1) makalah geografi (1) Manajemen (3) MATEMATIKA (7) metode kuantitatif (1) metodologi penelitian (1) obat herbal (1) PAI Prodi (1) pancasila (1) panduan menanam (1) panduan proposal (1) panduan skripsi (1) PBSI (1) penelitian (1) perawatan tubuh (1) pertanian (1) pgsd (2) pohon kelor (1) ppl (1) Proposal Penelitian (1) Psikologi (3) RPP (3) RPS (1) sayuran kebun (6) Skripsi (2) soal ips dan jawaban (1) sopistikasi (1) submateri (1) surat biodata (1) surat domisili (1) surat ijin orang tua (1) surat ijin polisi (1) surat keterangan bersih diri (1) surat keterangan miskin (1) surat pernyataan miskin (1) tanaman bit (1) tanaman gambas (1) tanaman herbal (1) tanaman hias (4) tanaman kelor (1) tanaman ketumbar (1) tanaman labu (2) tanaman musim kemarau (1) tanaman oyong (1) tanaman terong (1) tanaman toga (1) tanaman tropis (1) teks anekdot (1) teori konflik (1) tips berkebun (6) tips bertanam (5) tugas akhir (1) tugas individu (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel